Inna Fatahna Laka Fathan Mubina

Inna fatahna laka fathan mubina merupakan awal Surah Al-Fath yang turun sebagai bentuk penghiburan sekaligus pengokohan bagi Rasulullah ﷺ setelah peristiwa Hudaibiyah.

Bacaan ayat inna fatahna laka fathan mubina arab dalam mushaf tertulis:

إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُّبِينً

memiliki arti “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata.”

Ketika Nabi Muhammad ﷺ dan para sahabat dihalangi masuk ke Mekah untuk melaksanakan umrah, mereka terpaksa berhenti di Hudaibiyah dan melakukan perundingan dengan kaum Quraisy.

Perjanjian yang disepakati saat itu terasa berat bagi sebagian sahabat (termasuk Umar r.a.) karena mengharuskan mereka kembali ke Madinah tanpa melaksanakan umrah, serta memuat syarat-syarat yang tampaknya lebih menguntungkan pihak musyrikin.

Meski secara lahir tampak merugikan, Allah menegaskan bahwa Perjanjian Hudaibiyah itu justru menjadi awal kemenangan besar (fathan mubīnan)—sebuah pembuka jalan yang penuh kebaikan, pertolongan, dan keluasan bagi umat Islam. Situasi damai yang tercipta setelahnya memungkinkan dakwah berkembang lebih luas, hati-hati terbuka menerima Islam, dan kekuatan kaum Muslim bertambah hingga akhirnya membawa mereka kepada kemenangan-kemenangan besar di masa berikutnya.

Kemenangan yang dimaksud bukan sekadar kemenangan dalam peperangan, melainkan kemenangan strategis yang mengubah arah perjalanan dakwah. Melalui Perjanjian Hudaibiyah, tercipta suasana damai yang memungkinkan kaum Muslim dan kaum Quraisy saling berinteraksi tanpa hambatan.

Dari kondisi itu, banyak hati terbuka terhadap Islam, ilmu tersebar, dan kekuatan umat semakin solid. Karena itulah para sahabat besar seperti Ibnu Mas‘ud, Al-Barra’, dan Jabir mengatakan bahwa kemenangan sejati adalah Hudaibiyah itu sendiri, bukan penaklukan kota Mekah yang terjadi setelahnya.

Ayat berikutnya menegaskan anugerah khusus yang Allah berikan kepada Nabi ﷺ: “Supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang.” (Al-Fath: 2). Ini merupakan kemuliaan yang hanya ditujukan kepada beliau—sebuah bukti betapa Allah meninggikan derajat dan kesucian Nabi-Nya. Bersamaan dengan ampunan itu, Allah menjanjikan penyempurnaan nikmat, bimbingan di jalan yang lurus, dan pertolongan yang penuh kemuliaan.


Konteks ayat Inna fatahna laka fatham mubina secara ringkas terkait:

  • Perjanjian Hudaibiyah terjadi tahun 6 H.
  • Kaum musyrik menghalangi umrah, kemudian diadakan perjanjian damai.
  • Sebagian sahabat berat menerima keputusan tersebut (termasuk Umar r.a.).
  • Namun Allah menegaskan melalui wahyu bahwa keputusan itu adalah fathan mubīnan.
  • Sepulang dari Hudaibiyah, turunlah Surah Al-Fath sebagai penghiburan, kemuliaan, dan berita kemenangan.
  • Hadis sahih menyebut Nabi ﷺ berkata: “Tadi malam diturunkan kepadaku sebuah ayat yang lebih aku cintai daripada dunia dan seisinya.”

Dengan demikian, ayat inna fatahna laka fathan mubina dan dua ayat setelahnya dari Surah Al-Fath (48: 1-3) merupakan rangkaian kabar gembira: kemenangan yang nyata, ampunan yang sempurna, nikmat yang disempurnakan, petunjuk yang kokoh, serta pertolongan yang agung.

Semuanya bermula dari sikap tunduk dan taat Rasulullah ﷺ terhadap ketentuan Allah pada peristiwa Hudaibiyah—sebuah keputusan ilahi yang pada akhirnya membuka pintu kejayaan Islam di masa-masa berikutnya.