Surat Al-Qiyamah Ayat 3-4

Setelah Allah membuka Surah Al-Qiyāmah dengan sumpah — “Lā uqsimu biyawmi al-qiyāmah wa lā uqsimu bin-nafsil-lawwāmah” (75:1–2) — Dia langsung menyinggung inti persoalan yang menjadi bahan ejekan kaum kafir Quraisy: pengingkaran terhadap kebangkitan.

Orang-orang musyrik kala itu tidak mampu membayangkan bagaimana mungkin tubuh manusia yang telah hancur dan menjadi debu bisa hidup kembali. Dalam logika mereka, kematian adalah akhir segalanya. Karena itu, mereka sering melontarkan pertanyaan sinis kepada Rasulullah ﷺ — bukan untuk mencari kebenaran, tapi untuk menertawakan wahyu yang dibawanya.

Maka turunlah dua ayat berikutnya sebagai jawaban tegas dan rasional, sekaligus sindiran tajam terhadap kesombongan manusia. Allah menegaskan bahwa Dia tidak hanya mampu menghidupkan kembali tulang-tulang yang tercerai-berai, tetapi bahkan mampu menyusun kembali ujung-ujung jari manusia — bagian tubuh yang paling kecil, halus, dan rumit.

Dengan cara ini, Al-Qur’an tidak sekadar membantah kaum pengingkar, tetapi juga mengajak manusia berpikir: jika detail sekecil sidik jari saja meru

Bacaan Surat Al-Qiyamah Ayat 3-4

Surat Al-Qiyamah Ayat 3-4

Berikut teks Qs Al Qiyamah ayat 3-4 dalam tulisan arab, latin dan terjemahan bahasa Indonesia

أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَلَّنْ نَجْمَعَ عِظَامَهُ • بَلَى قَادِرِينَ عَلَى أَنْ نُسَوِّيَ بَنَانَهُ

Ayaḥsabu al-insānu allan najma‘a ‘iẓāmah, balā qādirīna ‘alā an nusawwiya banānah — “Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang-belulangnya? Bukan begitu! Bahkan Kami berkuasa menyusun (kembali) ujung-ujung jarinya dengan sempurna.”

Asbabun Nuzul Surat Al-Qiyamah Ayat 3-4

Menurut riwayat dari Muqātil bin Sulaimān, ayat ini turun berkenaan dengan ‘Adī bin Rabi‘ah bin Abī Salamah, seorang kerabat dekat al-Akhnas bin Syuraiq dari Bani Zuhrah. Ia dikenal menolak konsep kebangkitan setelah mati.

Suatu ketika ia datang kepada Rasulullah ﷺ dengan nada meremehkan dan bertanya, “Wahai Muhammad, kabarkan padaku tentang Hari Kiamat — kapan terjadinya, dan bagaimana keadaannya?” Rasulullah pun menjelaskan kepadanya dengan rinci. Ia menjawab dengan nada menantang, “Kalau aku melihat sendiri hari itu, barulah aku akan beriman kepadamu.”

Kemudian dengan penuh ejekan ia berkata, “Apakah Allah benar-benar akan mengumpulkan kembali tulang-tulang manusia setelah hancur menjadi tanah?” Nabi menjawab, “Ya, benar.” Lalu ia pun menertawakan kebenaran itu — maka turunlah firman Allah menegur kesombongan tersebut:

“Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan kembali tulangnya? Bahkan Kami mampu menyusun kembali hingga ujung jarinya.”

Ayat ini turun sebagai bentuk bantahan yang tajam terhadap para pengingkar kebangkitan, sekaligus sebagai penegasan bahwa kekuasaan Allah meliputi setiap detail penciptaan manusia.

Penjelasan Makna Ayat Surat Al-Qiyamah Ayat 3-4

Allah membuka dengan kalimat pertanyaan yang menggugah: “Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan tulang-belulangnya?”

Kata “al-insān” di sini bersifat umum, namun konteksnya menyinggung orang-orang kafir yang menolak adanya kehidupan setelah kematian. Mereka mengira bahwa setelah tubuh hancur dan tulang-tulang tercerai-berai, tidak mungkin lagi bisa dikembalikan.

Muqātil menafsirkan, maksud ayat ini adalah: “Apakah manusia menyangka bahwa Kami tidak akan membangkitkannya setelah mati?” Maka Allah menegaskan bahwa Dia bersumpah akan membangkitkan manusia sebagaimana ia diciptakan dahulu — lengkap dan sempurna.

Lalu datang penegasan ilahi:

“Balā qādirīna ‘alā an nusawwiya banānah.”

“Bahkan (Kami) berkuasa untuk menyusun kembali ujung-ujung jarinya.”

Kata “banānah” dalam bahasa Arab berarti ujung jari-jari tangan — bagian yang paling halus, kecil, dan kompleks dari tubuh manusia.

Ibn ‘Abbās menjelaskan dalam beberapa riwayat bahwa makna ayat ini menunjukkan kekuasaan Allah yang luar biasa:

“Jika Allah menghendaki, Dia dapat menjadikan tangan manusia seperti kaki unta — tanpa jari-jari.”

Pendapat serupa juga datang dari Sa‘īd bin Jubair, Mujāhid, ‘Ikrimah, dan adh-Dhahhāk. Semuanya menggambarkan bahwa Allah mampu mengubah bentuk tangan manusia menjadi rata, tanpa ruas, tanpa sendi, seperti telapak kaki binatang.

Artinya, jika Allah saja mampu menciptakan bentuk jari yang begitu halus dan berbeda satu sama lain, maka menghidupkan kembali tulang-belulang yang besar tentu jauh lebih mudah bagi-Nya.

Hikmah Surat Al-Qiyamah Ayat 3-4

Para mufassir seperti Ibn ‘Aṭiyyah dan Ibn al-Qayyim menjelaskan dua lapis makna yang terkandung di sini:

Makna kebangkitan di akhirat.

Allah menegaskan bahwa sebagaimana Dia mampu menyusun tulang-tulang yang paling kecil — seperti ruas jari — maka mengumpulkan seluruh tulang manusia setelah hancur tentu bukan hal yang sulit. Ini adalah hujjah rasional bagi orang-orang yang menolak hari kebangkitan.

Makna peringatan di dunia.

Sebagian ulama juga memahami ayat ini sebagai ancaman di dunia: Allah mampu mengubah bentuk jari manusia kapan pun Dia kehendaki — menjadikannya rata seperti kaki unta atau kuku binatang — sehingga manusia kehilangan manfaat dari tangan dan jemarinya.

Jika Allah saja mampu menghilangkan fungsi itu saat hidup, bagaimana mungkin Dia tidak mampu membangkitkan manusia setelah mati?

Ibn al-Qayyim kemudian menyimpulkan dengan sangat indah:

“Ujung jari manusia adalah bukti nyata dari kekuasaan Allah. Ia terdiri dari bagian-bagian kecil yang tersusun rapi namun saling independen; satu jari bisa bergerak sementara yang lain diam, satu menggenggam dan satu membuka.

Jika Allah menghendaki, Dia dapat menjadikannya satu kesatuan kaku yang tak berguna. Maka bagaimana mungkin mereka meragukan kemampuan-Nya mengumpulkan kembali tulang yang tercerai-berai setelah kematian?”


Dengan demikian, Surat Al-Qiyamah ayat 3-4 ini bukan hanya sekadar bantahan logis terhadap kaum yang mengingkari kebangkitan, tetapi juga teguran.

Allah mengajak manusia merenungi dirinya sendiri — bahwa di dalam jemari yang lentur dan indah ini, tersimpan bukti kekuasaan Sang Pencipta. Setiap ruas, setiap garis, bahkan sidik jari yang unik pada tiap manusia adalah tanda bahwa tidak ada satu pun ciptaan yang terlepas dari pengaturan dan kemampuan-Nya.

Jika pada hal sekecil itu saja Dia berkuasa, maka menghidupkan kembali seluruh manusia di hari Kiamat hanyalah perkara sekejap bagi-Nya.