Robbana dholamna anfusana wailam tagfirlana watarhamana lana kunnana minal khosirin merupakan doa yang dipanjatkan Adam dan Hawa setelah mereka menyadari kesalahan. Permohonan ampunan ini terabadikan dalam Surah Al-A’raf ayat 23 yang telah kita kaji sebelumnya.
Ketika orang mencari rabbana zhalamna anfusana wa illam taghfir lana wa tarhamna lanakunanna minal khasirin biasanya yang dimaksud adalah bentuk tulisan Arab asli dari doa ini. Sebab meskipun transliterasi atau ejaan latinnya bisa beragam—rabbana/zabbana, zhalamna/dholamna, lanakunanna/lana kunnana—bentuk Arabnya tetap satu dan tidak berubah.
Robbana Dholamna Anfusana Wailam Tagfirlana Watarhamana Lana Kunnana Minal Khosirin Arab

Fokus pada “Arab”-nya penting karena tulisan Arab-lah yang menjadi standar rujukan: ia tidak bergantung pada gaya transliterasi, tidak berubah oleh kebiasaan daerah, dan tidak terpengaruh variasi penulisan modern.
Berikut tulisan robbana dholamna anfusana wailam tagfirlana watarhamana lana kunnana minal khosirin arab sesuai ayat asalnya dalam al-Quran:
رَبَّنَا ظَلَمْنَآ اَنْفُسَنَا وَاِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ
Itulah teks paling otentik dari istighfar Adam dan Hawa—doa pertama manusia setelah tergelincir, dan doa yang menjadi fondasi cara kita kembali kepada Allah.
Variasi Latin Rabbana Zalamna
Doa sekaligus Istighfar ini dibaca oleh umat Muslim dalam berbagai bacaan dan tulisan latin. Variasi transliterasi muncul karena tidak ada satu standar populer baku, perbedaan pengucapan lokal, dan tujuan penulisan: apakah untuk bacaan cepat, publikasi akademik ringan, atau teks doa cetak.
| Versi | Contoh Tulisan | Komentar / Kapan Dipakai |
|---|---|---|
| Populer Sederhana | Rabbana zalamna anfusana wa illam taghfir lana wa tarhamna lanakunanna minal khasirin. | Mudah dibaca; cocok untuk teks doa harian dan layar. |
| Fonetik Indonesia | Robbana dholamna anfusana wa illam tagfirlana wa tarhamana lanakunanna minal khosirin. | Mempermudah pengucapan oleh pembaca non-Arab; sering di buku doa lokal. |
| Panjang Vokal (Pembelajaran) | Rabbanaa zhalamnaa anfusanaa wa illam taghfir lanaa wa tarhamnaa lanakuunanna minal khaasiriin. | Untuk materi tajwid/nahwu ringan; menunjukkan panjang vokal. |
| Estetika Khat / Cetak | Rabbana dholamna anfusana, wa in lam taghfir lana wa tarhamna, lanakunanna minal khasirin. | Penulisan editorial; memberi jeda dan nuansa pembacaan. |
Cara Berdoa dengan Rabbana Zalamna
Jika memperhatikan konteks ayat sebagai sumber doa rabbana zalamna anfusana yang dijelaskan oleh para sahabat serta tabi‘in, ada beberapa adab penting yang dapat kita ambil dari doa “Rabbana zhalamna anfusana…”. Doa ini bukan sekadar lafaz, tetapi pola spiritual yang Allah ajarkan melalui kisah Adam.
1. Mulai dengan pengakuan, bukan alasan.
Adam tidak berdalih, tidak menyalahkan keadaan, bahkan tidak menyebut setan. Ia langsung berkata: “Kami telah menzalimi diri kami sendiri.”
Dalam istighfar, kejujuran adalah pintu pertama. Tanpa ini, hati tidak pernah benar-benar kembali.
2. Sertakan rasa bergantung kepada Allah.
Doa ini menyatakan dengan sangat jelas: tanpa ampunan dan rahmat dari Allah, manusia tidak mampu selamat.
Inilah inti dari istighfar: kesadaran bahwa kita tidak bisa membersihkan diri dengan kekuatan sendiri. Pengakuan ini justru membuat doa semakin diterima.
3. Hadirkan kerendahan hati.
“Lanakunanna minal khasirin” adalah ungkapan merendah—bahwa tanpa pertolongan Allah, kita pasti rugi.
Doa yang lahir dari hati yang lembut selalu lebih dekat kepada pengabulan daripada doa yang lahir dari gengsi.
4. Segerakan, jangan menunda.
Menurut Qatadah, keistimewaan Adam bukan pada panjangnya istighfar, tetapi pada cepatnya kembali kepada Allah.
Doa istighfar paling tepat adalah doa yang tidak ditunda. Luka batin, seperti luka fisik, semakin cepat dibersihkan semakin mudah sembuh.
5. Mintalah ampunan dan rahmat.
Ayat ini tidak sekadar meminta ampun. Ia meminta dua hal: ampunan dan rahmat.
Ampunan menghapus dosa, rahmat memberi kekuatan untuk tidak mengulanginya. Dua-duanya diperlukan agar seseorang bisa bangkit dengan tenang.
Dengan demikian, cara berdoa yang diajarkan dalam ayat ini bukan pada panjangnya kata-kata, tetapi pada kualitas hati: jujur mengakui, segera kembali, bergantung sepenuhnya kepada Allah, serta memohon ampunan dan rahmat sekaligus.
Ketika kita membaca doa ini hari ini, kita sedang berbicara dengan bahasa pertama manusia setelah tergelincir. Kita sedang mengakui bahwa hidup ini penuh jatuh-bangun, penuh salah langkah, penuh detik-detik yang tidak sempurna.
Namun, sebagaimana yang diajarkan dalam Sejarah Nabi Adam terkait doa robbana dholamna anfusana wailam tagfirlana watarhamana lana kunnana minal khosirin ini, yang penting bukan jumlah kesalahan, tetapi arah pulangnya hati.
Allah tidak meminta kita tak pernah salah—Allah hanya meminta kita tidak putus asa. Karena selama seseorang masih mampu mengucapkan doa ini, itu berarti pintu untuk pulang masih terbuka.