Dalam surah Maryam ayat 30 dijelaskan bahwa Nabi Isa membela ibunya sejak bayi, apa arti pernyataan “Aku ini hamba Allah,” serta kaitannya dengan pesan tauhid dan mukjizat dalam Al-Qur’an.
Dalam khazanah Al-Qur’an secara umum, ada ayat-ayat yang tak hanya mengundang renungan, tetapi juga menggugah rasa ingin tahu. Salah satu yang paling mencolok adalah Surah Maryam ayat 30, ketika seorang bayi berbicara untuk menyatakan identitasnya.
Momen ini mengandung pesan kuat tentang kebenaran, posisi manusia di hadapan Tuhan, dan keajaiban yang tak terduga. Untuk banyak orang yang baru mengenal isi Al-Qur’an, ini bisa menjadi titik awal yang menggugah.
Surah Maryam Ayat 30 Arab dan Terjemahan
Teks ayat ke-30 dari surah Maryam berbunyi:
قَالَ إِنِّي عَبۡدُ ٱللَّهِ ءَاتَىٰنِيَ ٱلۡكِتَٰبَ وَجَعَلَنِي نَبِيّٗا ٣٠
Artinya: Isa berkata: “Sesungguhnya aku ini hamba Allah. Dia memberiku kitab (Injil) dan Dia menjadikanku seorang nabi.” (QS. Maryam: 30)
Pernyataan Isa sebagai Hamba Allah
Dalam ayat ke-30 dari surah Maryam di atas, ucapan Isa sekaligus pernyataannya tentang siapa dan seperti apa posisinya. Ayat ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
-
Konteks Sosial dan Naratif Ayat
Ayat ini muncul di tengah kisah Maryam yang mengalami kehamilan tanpa ayah. Ketika ia membawa bayinya ke hadapan kaumnya, tuduhan dan hinaan pun datang. Dalam kondisi itu, Isa yang masih dalam buaian berbicara. Sebuah pembelaan langsung dari bayi kepada ibunya—suatu peristiwa yang luar biasa dan menyentuh.
-
Identitas Isa sebagai “Hamba Allah”
Ungkapan “Abdullah” yang arti harfiahnya adalah hamba Allah, merupakan deklarasi identitas yang sangat penting. Ia bukan anak Tuhan, bukan Tuhan, tapi manusia pilihan. Ini mencerminkan nilai dasar Islam: bahwa semua nabi adalah penyampai wahyu, bukan objek penyembahan. Dengan mengatakan dirinya hamba, Isa menempatkan dirinya dalam posisi ketundukan total kepada kehendak Ilahi.
-
Diberi Kitab dan Dijadikan Nabi
Isa tidak hanya berbicara untuk membela Maryam, tapi juga menyampaikan peran dan misinya: penerima wahyu (Injil) dan utusan kepada umat. Ini menunjukkan bahwa dari sejak awal kehidupannya, Isa sudah ditakdirkan untuk tugas yang agung—bukan berdasarkan garis keturunan atau pengakuan sosial, tapi karena penugasan langsung dari Tuhan.
Tema Surah Maryam ayat 30 dan Korelasinya
Ayat ini membicarakan tentang tauhid dan mukjizat. Hal ini senada dengan beberapa ayat lain di surah yang berbeda.
Penguatan Tauhid – QS. Al-Ma’idah: 116
Dalam ayat ini, Allah bertanya kepada Isa apakah ia pernah menyuruh umatnya menyembah dirinya dan ibunya. Isa menjawab: “Aku tidak pernah mengatakan apa pun selain apa yang Engkau perintahkan kepadaku.” Jawaban ini menjadi cerminan dari prinsip yang sama dalam Maryam:30, yaitu pengakuan Isa sebagai penyampai kebenaran, bukan objek ibadah.
Mukjizat dan Izin Tuhan – QS. Ali Imran: 49
Isa memang diberi kemampuan luar biasa, tapi semuanya terjadi “bi idznillah” (dengan izin Allah). Termasuk saat berbicara sebagai bayi. Ini mengajarkan bahwa keajaiban bukan berasal dari kekuatan pribadi seorang nabi, tetapi karena kehendak Tuhan yang Mahakuasa.
Refleksi dari Suara Seorang Bayi
Surah Maryam ayat 30 bukan hanya menceritakan keajaiban di masa lampau, tetapi juga menyampaikan pesan yang relevan hingga kini: tentang keberanian menyatakan kebenaran, tentang identitas manusia di hadapan Tuhan, dan tentang kasih sayang yang tak tampak namun hadir melalui cara-cara yang mengejutkan. Saat Isa berkata, “Aku ini hamba Allah,” ia bukan hanya menyampaikan statusnya, tapi juga menegaskan bahwa jalan hidupnya adalah jalan ketundukan dan pelayanan terhadap wahyu.
Bagi pembaca yang baru mengenal Al-Qur’an, ayat ini bisa menjadi pintu untuk melihat betapa Al-Qur’an menyuguhkan kisah-kisah yang menyentuh hati dan merangsang pemikiran. Di tengah riuhnya dunia modern, suara seorang bayi yang mengajak kepada ketundukan dan kejujuran bisa jadi adalah suara yang paling kita butuhkan untuk didengar.