Anda tentu hafal Surat Al-Kautsar. Tapi apakah Anda mengerti arti kata tersebut? Umumnya, Al-Kautsar artinya adalah nikmat yang banyak. Namun apakah hanya itu saja? Dan seperti apa alasan atau argumentasi dibaliknya?
Tulisan sederhana ini akan memberikan berbagai pandangan mufasir tentang arti kata Al-Kautsar yang terdapat dalam Surat Al-Quran dengan penamaan yang sama, yaitu Surah Al-Kautsar.

Tidak hanya itu, kami sertakan pula argumentasi singkat yang kami sarikan dari berbagai kitab tafsir yang bisa dan mudah kita temui. Berikut selengkapnya.
Surah al Kautsar
Sebelum membahas arti dari al Kautsar, ada baiknya kami sampaikan bacaan lengkap Surah Al-Kautsar mulai dari ayat 1 sampai 3. Selain itu, kami juga akan menyajikan tulisan dalam bahasa Arab dan Latin, serta arti dan tafsir yang kami kutip dari laman Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI).
Berikut bacaan surah al Kautsar lengkap Arab, arti dan tafsirnya:
Yuk, pelajari tafsir surah-surah populer di Juz Amma melalui Quran web favorit Anda
3 Arti Al Kautsar
Kata al-Kautsar terdapat dalam Surat al Kautsar ayat 1. Dalam beberapa tafsir Al-Qur’an, terdapat beberapa pendapat mengenai kata Al Kautsar. Dari berbagai penafsiran, ada tiga pendapat yang sering dirujuk. Al Kautsar artinya adalah sebagai berikut:
- Nikmat/anugerah yang banyak
- Nama sungai/telaga di surga
- Keterunan Rasulullah Saw. yang banyak
Dari ketigamakna al Kautsar yang berkaitan dengan surat al Kautsar ini, para ulama tafsir memiliki penjelasan dan argumentasi yang bisa disimpulkan sebagai berikut:
Al-Kautsar Artinya Adalah Nikmat yang Melimpah
Dalam banyak kitab tafsir klasik, makna pertama yang paling awal disebutkan untuk kata al-Kautsar adalah al-khair al-katsīr — segala bentuk kebaikan dan anugerah yang sangat banyak. Ini bukan sekadar tafsir simbolik, tapi hasil analisis linguistik dan kontekstual atas lafaz “إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ”.
Makna ini dipegang oleh mayoritas mufasir termasuk: al-Ṭabarī (Tafsīr al-Ṭabarī), al-Rāzī (al-Tafsīr al-Kabīr), al-Baghawī, al-Qurṭubī, dan al-Jalālayn.
Dasar Lughawi
Secara bahasa, al-Kautsar adalah bentuk mubālaghah (intensif) dari kata katsīr (banyak). Kata ini menunjukkan “banyak dalam derajat yang luar biasa.” Maka, al-Kautsar bukan sekadar banyak, tetapi puncak dari kelimpahan.
Dalam Tafsīr al-Rāzī, misalnya, disebutkan bahwa bentuk “fau‘al” seperti kautsar digunakan dalam struktur Arab untuk menunjukkan kualitas yang sangat tinggi dalam kuantitas. Sehingga, maknanya bisa meliputi seluruh jenis kebaikan yang Allah berikan kepada Nabi Muhammad — baik duniawi maupun ukhrawi.
Jika dikaitkan dengan kehidupan Nabi ﷺ, maka bentuk anugerah itu benar-benar banyak: Diutus sebagai penutup nabi Diberi mukjizat terbesar (al-Qur’an) Ditinggikan sebutannya (lihat QS. al-Insyirah:4) Umatnya terbanyak Syafaat agung (al-maqām al-maḥmūd) Dll. Semua ini adalah pengejawantahan dari al-Kautsar sebagai “khair katsīr”.
Argumentasi dari Struktur Ayat
Kata kerja yang digunakan adalah a‘ṭaināka (أَعْطَيْنَاكَ) bukan arsalnā, anzalnā, atau khalqnā yang sering dipakai di ayat-ayat lain. Kata ini menunjukkan pemberian yang sifatnya kepemilikan langsung, bukan hanya sekadar titipan atau fasilitas. Ini sejalan dengan bentuk nikmat pribadi (al-ni‘am al-khāṣṣah) yang diperuntukkan hanya kepada Rasulullah.
Konsekuensi Tafsir Ini Kalau al-Kautsar berarti nikmat melimpah, maka ini mengandung pelajaran bahwa Allah memberi nikmat itu bukan semata karena amal, tetapi sebagai bentuk pemuliaan. Tafsir ini memperkuat perintah pada ayat setelahnya: faṣalli li rabbika wanḥar — karena nikmat agung itu, maka wujudkan syukur dengan ibadah dan pengorbanan.
Al-Kautsar Artinya Adalah Sungai atau Telaga di Surga
Pendapat kedua yang sangat populer di kalangan mufasir adalah bahwa al-Kautsar artinya adalah nama telaga atau sungai yang diberikan kepada Nabi Muhammad ﷺ di surga. Makna ini bersumber dari banyak riwayat hadis yang diriwayatkan secara mutawātir dalam derajat umum, meskipun detailnya berbeda-beda.
Salah satu hadis yang paling masyhur berasal dari sahabat Anas bin Malik. Nabi ﷺ bersabda:
“Ketika aku sedang berjalan di surga, aku melihat sebuah sungai di kedua tepinya terdapat kemah dari mutiara yang berongga. Aku bertanya, ‘Apa ini, wahai Jibril?’ Ia menjawab, ‘Ini adalah al-Kautsar yang diberikan oleh Allah kepadamu’.”
(HR. al-Bukhari no. 6581, Muslim no. 400)
Tafsir ini dikukuhkan oleh banyak ulama, antara lain:
- Imam al-Qurṭubī dalam al-Jāmi‘ li Aḥkām al-Qur’an
- al-Suyūṭī dalam al-Durr al-Manthūr
- Ibnu Katsīr dalam tafsirnya
Dalam riwayat lain yang juga shahih, Nabi ﷺ menyebutkan ciri khas al-Kautsar:
“Airnya lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu. Jumlah bejana di tepinya sebanyak bintang di langit.”
(HR. Muslim no. 400)
Meskipun didukung banyak riwayat, pendapat ini tidak luput dari kritik. Beberapa ulama seperti Imam Muḥammad ʿAbduh dan para mufasir modern seperti Rasyīd Riḍā dalam Tafsir al-Manār mempertanyakan keotentikan tafsir ini secara tekstual. Menurut mereka, al-Kautsar sebagai “anugerah luas” lebih selaras dengan makna lughawi dan konteks ayat.
Namun, sebagian besar ulama tetap menyelaraskan dua tafsir tersebut. Mereka berpendapat bahwa sungai itu adalah bagian dari anugerah besar yang disebut katsrah al-khair. Sehingga, al-Kautsar sebagai sungai di surga bukan makna eksklusif, tetapi salah satu bentuk manifestasinya.
Kesimpulannya, meskipun tafsir ini bersifat khabar (berdasarkan hadis, bukan analisis bahasa), otoritas sanadnya cukup kuat dalam literatur hadis. Maka, sebagai umat yang mengimani hadis, kita tidak bisa menafikannya—namun kita tetap bisa memahami bahwa ini satu bagian dari makna keseluruhan al-Kautsar.
Al Kautsar Artinya Adalah Keturunan Nabi Muhammad
Pendapat ketiga yang tidak kalah penting adalah bahwa al-Kautsar merujuk kepada keturunan Nabi Muhammad yang banyak. Makna ini dibangun atas relasi semantik antara kata al-Kautsar pada ayat pertama dan kata abtar pada Inna syaani aka huwal abtar (Ayat 3).
Kata abtar secara lughawi berarti “terputus” — dalam konteks ini, banyak mufasir menafsirkannya sebagai terputus keturunan. Lalu sebagai antitesisnya, al-Kautsar dipahami sebagai kelanjutan keturunan yang melimpah.
Penafsiran ini juga mendapat penguatan dari sebab turunnya (asbāb al-nuzūl) Surah al-Kautsar. Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa ayat ini turun ketika ada tokoh musyrik Quraisy (seperti al-‘Āṣ bin Wā’il) yang mencemooh Nabi Saw. karena semua putranya wafat saat kecil.
Mereka menyebut Nabi sebagai “abtar” — yaitu tidak punya keturunan laki-laki, yang secara tradisi Arab berarti nama dan garis keturunan akan terputus. Namun Allah menurunkan surat ini sebagai bantahan dan penghiburan.
Meskipun seluruh putra biologis Nabi ﷺ meninggal di usia anak-anak (Qāsim, Ṭayyib, Ṭāhir, dan Ibrāhīm), beliau memiliki keturunan melalui Sayyidah Fāṭimah az-Zahrā’ — istri dari Sayyidina ʿAlī bin Abī Ṭālib. Dari merekalah lahir generasi Ahlul Bait yang luas dan berpengaruh.
Para ulama seperti:
- Imam al-Rāghib al-Aṣfahānī dalam al-Mufradāt,
- al-Ṭabarī dalam Jāmiʿ al-Bayān, dan
- Sayyid Quṭb dalam Fi Ẓilāl al-Qur’ān
menyebutkan bahwa makna keturunan ini bisa diterima secara kontekstual dan kultural.
Selain itu, keberadaan ribuan keturunan Muhammad yang dikenal sebagai dzurriyyah rasūlillāh hingga hari ini — baik melalui jalur Hasan maupun Husain — secara faktual menguatkan penafsiran ini.
Dengan demikian, al-Kautsar sebagai keturunan yang banyak bukan sekadar balasan atas ejekan kaum Quraisy, tetapi juga menjadi isyarat keberlangsungan spiritual dan biologis dari dakwah Rasulullah.
Penutup
Pendapat-pendapat tentang arti al Kautsar tersebut yang umum ditemukan dalam kitab tafsir. Perbedaan dalam memberikan interpretasi mengenai makna dan arti al-Kautsar adalah murni penafsiran.
Adanya perbedaan pendapat ini merupakan hal yang umum dalam tafsir dan tergantung pada penafsiran dan pemahaman masing-masing ulama, yang tentu semuanya memiliki sudut pandang dan argumentasi tersendiri.
Namun jangan salah, meskipun ini adalah tafsir yang bersifat dugaan, mereka (mufasir) adalah orang-orang yang memiliki keilmuan luas dan mendalam yang kita tentu sulit (bahkan mustahil) menyamai, bahkan mendekati derajatnya. Wallahu alam bishawab.