Mustahiq Zakat dari Perspektif Ilmu Nahwu, Sharaf, dan Fiqih

Berzakat adalah kewajiban yang memiliki dimensi ilahiyah dan basyariyah. Namun jika diberikan kepada mustahiq zakat yang tidak sesuai syariat, tentu zakatnya akan sia-sia atau tidak dianggap.

Zakat tidak hanya berbentuk zakat fitrah saja di bulan Ramadhan. Macam zakat mencakup pada aspek peternakan, pertanian, pertambangan, perniagaan dan lain sebagainya. Yang mana, semua itu adalah kewajiban. Dan berbicara zakat tidak bisa lepas dari mustahiq zakat.

Kajian mustahiq zakat melalui perspektif ilmu nahwu, sharaf, dan fiqih untuk mengkaji aspek sintaksis, morfologi, dan aspek mustahiq zakat. Pelajari lebih lanjut tentang bagaimana ketiga ilmu ini dapat memberikan pemahaman yang mendalam tentang mustahiq zakat.

Pengertian Mustahiq Zakat

Secara bahasa, kata Mustahiq, ‌مُسْتَحِقّ merupakan bentuk isim Fa’il. Ia berasal dari fi’il Madhi ‘istahaqqa (اسْتَحَقَّ) yang muta’aadi. Akar katanya adalah ح-ق-ق sehingga disebut bina’ mudha’af.

Dari penjelasan tersebut, mustahiq artinya mengharuskan dan layak menerima. Karena dia berupa isim fa’il maka ia mengacu kepada keadaan/sifat yang tidak menetap, artinya sifat layak/patut bisa melekat dan juga bisa hilang dari yang disifati tergantung unsur yang mengharuskannya.

Kata Zakat sendiri mengacu pada sejumlah harta zakawiy yang wajib dikeluarkan dengan ukuran dan syarat tertentu. Nama lain dari zakat adalah Shodaqoh wajib.

Dalam konteks rukun islam, Mustahiq Zakat adalah pihak yang mengharuskan dan layak menerima zakat karena memenuhi unsur tertentu. Kriteria seseorang bisa layak menerima zakat diatur dalam Surat At-Taubah ayat 60. Jadi, jika ada orang yang sesuai dengan kriteria ayat tersebut maka ia bisa dinamakan dengan mustahiq zakat.

Dalam prakteknya mustahiq zakat, asnaf zakat dan asnaf tsmaniyah adalah bersinonim. Kata tersebut digunakan dalam istilah zakat yang merujuk kepada 8 golongan yang berhak menerima zakat.

Dalil Mustahiq Zakat dalam Al Quran

Seperti disinggung sebelumnya dalam pengertian mustahiq zakat, unsur-unsur yang terdapat dalam At Taubah ayat 60 menjadikan seseorang yang bertepatan dengan unsur tersebut menjadikannya harus dan layak menerima zakat.

Surat At Taubah ayat 60 dan artinya
Surat At Taubah ayat 60 Tentang Mustahik Zakat

Namun jika di kemudian waktu unsur ini hilang, contoh: awalnya seseorang miskin (sehingga berhak disebut mustahiq) kemudian dia berkecukupan maka kemustahiqannya hilang sehingga tidak berhak menerima zakat. Ini lah karakter isim fa’il (sighot-nya mustahiq) seperti dijelaskan sebelumnya.

Jadi mustahiq zakat itu sifatnya tidak permanen. Selama unsur kelayakannya ada, maka unsur tersebut mengharuskannya ia layak menerimanya. Sebaliknya, jika unsur itu hilang maka keharusan dan kelayakannya pun ikut hilang.

Unsur Mustahiq Zakat

Unsur mustahiq zakat sebagaimana dalam ayat zakat/sedekah wajib tentang asanaf tsamaniyah (8 golongan penerima zakat) adalah:

  1. Al-Fuqara’
  2. Al-Masakin
  3. Al-Amilin
  4. Al-Mu’allafah Qulub
  5. Ar-Riqab
  6. Al-Gharimin
  7. Fi Sabilillah
  8. Ibnus-Sabil

Semua muslim sepakat terhadap ke-8 golongan mustahiq ini. Namun dalam mendefiniskan dan memberi syarat, kriteria atau atribut terhadap masing-masing asnaf ini, ulama’ dapat berbeda pandangan. Di sinilah peran Fiqih sebagai ijtihad hukmi al far’i memberikan tawaran dan solusi. Karena sifatnya yang ijtihadi, tentu terjadi pro-kontra.

Al-Fuqara’

Fuqara adalah jamak dari faqir, artinya membutuhkan. Dalam konteks mustahiq zakat, sebagian ulama berpendapat bahwa faqir adalah orang yang hidupnya di bawah dari miskin. Ia tidak memiliki harta atau pekerjaan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Al-Masakin

Masakin adalah orang-orang miskin. Nasib orang miskin lebih baik dari orang faqir. Karena ulama mendefinisikan miskin adalah orang berharta atau memiliki pekerjaan, namun harta atau pekerjaan tersebut hasilnya tidak mencukupi kebutuhan hidupnya.

Jadi persamaan antara faqir dan misikin adalah sama-sama tidak memiliki kecukupan biaya hidup. Sementara perbedaan faqir dengan miskin terletak pada memiliki harta atau pekerjaan; faqir tidak punya, misikin masih mempunyai itu.

Al-Amilin

‘Amilin juga bentuk plural dari ‘Amil’. Secara bahasa, Amil artinya orang yang bekerja/berbuat. Dalam kontek Mustahiq Zakat, amil adalah pihak yang ditunjuk oleh penguasa dalam rangka megelola sedekah wajib.

Tugas Amil adalah menarik dan membagikan shodaqoh wajib kepada para mustahiq zakat lainnya. Kriteria Amil yang berhak menerima zakat adalah ia tidak mendapatkan gaji atau upah dalam melaksanakan tugasnya.

Al-Mu’allafah Qulub

Kata Muallaf seakar dengan ulfah yang artinya penyatuan atau kasih sayang. Muallaf adalah bentuk pasifnya. Arti Muallaf saat ini seakan menyempit dan mengkerucut pada arti orang yang baru masuk Islam.

Pemaknaan muallaf dengan arti tersebut memang benar, tapi pengartian itu hanya satu dari beberpa definisi muallaf dalam kajian Fiqih. Orang Muallaf adalah:

  1. Orang yang baru memeluk Islam namun tekadnya masih lemah, sehingga perlu penguat dan dukungan.
  2. Orang baru masuk Islam dengan niat yang mantap dan dia adalah tokoh yang berpengaruh. Muallaf jenis ini juga berhak menjadi mustahiq zakat karena untuk menarik simpati massa yang dibawah pengaruh si Muallaf tersebut.
  3. Pembela Muslimin dari mara bahaya, ancaman atau kejahatannya kaum kafir.
  4. Pembela Muslimin dari pihak yang enggan berzakat.

Ar-Riqab

Riqab adalah bentuk jamak dari raqabah. Secara bahasa artinya leher, budak atau tawanan. Dalam konteks mustahiq zakat, Riqab adalah budak Mukatab, yaitu budak cicilan, yang di janjikan merdeka oleh sayyidnya (tuannya) setelah melunasi kesepakan tebusan.

Sejak perbudakan manusia dihentikan, mustahiq zakat yang dari unsur riqab ini juga tidak ada. Namun demikan, tidak berarti kita boleh membuang riqab dari asnaf zakat.

Al-Gharimin

Gharimin merupakan jamak dari Gharim. Makna harfiah Gharim adalah pihak yang berhutang, atau debitur dalam istilah perbankan. Mustahiq zakat dari unsur gharimin ini meliputi tiga kriteria:

  1. Berhutang untuk mendamaikan permusuhan/pertikaian.
  2. Berhutang untuk kebutuhan pribadi dan atau orang yang wajib dinafakahi dalam koridor kemubahan.
  3. Berhutang untuk orang lain. Artinya ia menanggung hutang orang lain dengan cara berhutang.

Fi Sabilillah

Secara harfiah, fi sabilillah artinya (sesuatu) dalam/jalan/karena Allah. Dalam konteks Mustahiq zakat, Fi Sabilillah adalah orang yang berperang (fisik) karena/di jalan Allah. Unsur fi sabilillah ini menjadikan seseorang berhak menerima zakat meskipun dia kaya. Zakat fi sabilillah diberikan untuk kebutuhannya dan keluarga yang ditanggungnya, mulai berangkat ke medan laga sampai kepulangannya.

Mustahiq zakat fi sabilillah adalah salah satu unsur yang berhak menerima zakat yang diperdebatkan cakupannya; apakah hanya yang berperang fisik saja atau mengakomodir semua upaya perjuangan dan penegakan agama Islam.

Jika pendapat terakhir ini diterima, maka para ustadz, guru ngaji, guru agama, tokoh islam, ormas-ormas Islam mendapatkan hak dan layak menerima zakat. Tapi sekali lagi, ini pro dan kontra.

Ibnu Sabil

Frasa Ibnu sabil terdiri dari kata ibnu dan sabil. Ibnu artinya anak, sabil adalah jalan. Istilah ibnu sabil artinya orang yang bepergian atau dikenal dengan musafir.

Dalam kontek shadaqoh wajib, ibnu sabil memiliki kriteria yang tercermin dalam pengertiannya. Ibnu sabil adalah orang yang bepergian bertolak atau melewati wilayah zakat, perjalananya memiliki tujuan pasti dan tidak dalam rangka maksiat.

Madzhab Al-Malikiyah, Asy-Syafi’iyyah, dan Al-Hanabilah berpendapat bahwa Ibnu sabil tidak diberi zakat jika bepergiannya dalam rangka bermkasiat, seperti membegal, mencuri dan sejenisnya. Sedangkan Al-Hanafiyah tidak mensyaratkan hal itu dalam pemberian zakat kepada Ibnu Sabil.

Kesimpulan

Pengertian Mustahiq zakat adalah orang yang layak menerima zakat. Jumlah mustahik zakat ada delapan golongan yaitu: Fuqara, Masakin, Amilin, Muallaf, Riqab, Gharimin, Sabilillah dan Ibnu Sabil.

Kedelapan golongan mustahik zakat telah dijelaskan dalam Alquran Surah At Taubah ayat 60 yang diawali dengan innamas shodaqotu lil fuqara…(Qs. 9/60). Rincian dari golongan penerima zakat ini dijabarluaskan dalam kutubul fiqh yang kadang memiliki perbedaan pendapat.

Demikian kajian mustahiq zakat dari perspektif ilmu nahwu, sharaf, dan fiqih dengan menganalisa terhadap aspek syntaksis, morfologi, dan hukum zakat. Tulisan ini hanya pengantar yang dapat memeberikan tashawwur bagi semua pihak yang membutuhkan. Wallahu a’lam.