Penjelasan dan Kandungan Surat al Ahzab Ayat 4

Dalam surat al Ahzab ayat 4, Allah menjelaskan prinsip dasar bahwa iman dan kekafiran tidak dapat berkumpul dalam satu hati manusia. Konteks ayat ini adalah kehidupan pada masa Jahiliah, di mana praktik-praktik seperti “dhihar” dan adopsi dengan hukum yang menyamakan anak angkat dengan anak kandung diakui dan diubah oleh ajaran Islam.

Turunnya Qs al Ahzab ayat 4 ini, Nabi Muhammad mengubah pandangan masyarakat terhadap tradisi tersebut. Dan keterangan tafsir surat al Ahzab ayat 4 merinci peristiwa sejarah, seperti kisah Zaid bin Harisah, untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam akan hidup islami.

Bacaan Surat al Ahzab Ayat 4

surat al Ahzab ayat 4

Tulisan Latin surat al Ahzab ayat 4 versi NU online al Quran sebagai berikut:

Mâ ja‘alallâhu lirajulim ming qalbaini fî jaufih, wa mâ ja‘ala azwâjakumul-lâ’î tudhâhirûna min-hunna ummahâtikum, wa mâ ja‘ala ad‘iyâ’akum abnâ’akum, dzâlikum qaulukum bi’afwâhikum, wallâhu yaqûlul-ḫaqqa wa huwa yahdis-sabîl (Qs 33/4).

Kandungan Surat al Ahzab Ayat 4

Garis besar dari poin yang dikandung ayat ke-4 dari surat al Ahzab adalah:

  1. Prinsip keistiqamahan hati
  2. Larangan praktik zihar (dhihar), dan
  3. Perubahan hukum terkait anak angkat dalam Islam

Penjelasan Surat al Ahzab Ayat 4

Penjelasan terhadap surat al Ahzab ayat 4 dalam konteks kehidupan pada masa Jahiliah dan perubahan hukum yang terjadi dengan turunnya ayat tersebut. Surat Al-Ahzab sendiri merupakan surat ke-33 Al-Qur’an dalam urutan susunannya.

Pada intinya, ayat ini menjelaskan bahwa Allah tidak menjadikan dua hati dalam satu tubuh, sehingga tidak mungkin ada campuran antara iman dan kekafiran dalam satu individu. Ayat tersebut juga membahas praktik-praktik yang dianggap salah pada masa Jahiliah, seperti praktik “dhihar” yang digunakan untuk menjadikan istrinya sebagai ibunya secara semu, serta adopsi yang dianggap mengangkat anak dengan hukum-hukum yang sama seperti anak kandung.

Selanjutnya, ayat tersebut menegaskan bahwa praktik-praktik tersebut tidak memiliki dasar yang benar dalam agama Islam, dan Allah memperbaiki hukum-hukum tersebut dengan menetapkan aturan-aturan baru, seperti yang dijelaskan dalam mujadalah ayat 3 mengenai penyelesaian masalah dhihar.

Selain itu, tafsir tersebut juga mengaitkan ayat tersebut dengan kisah tentang Zaid bin Harisah, yang diangkat oleh Nabi Muhammad sebagai anak angkat sebelum turunnya aturan-aturan baru mengenai adopsi.

Tafsir ini memberikan pemahaman tentang konteks sosial dan budaya pada masa Jahiliah, serta bagaimana Islam membawa perubahan dan perbaikan terhadap praktik-praktik yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran agama.