Badal menjadi salah satu pembahasan dari tawabi’. Ia bersama tabi’ lainnya, yaitu naat, athaf dan taukid memiliki kesamaan. Persamaan di antara tawabi’ yang berjumlah empat itu sama dalam hal irobnya, yaitu mengikuti pada matbu’.
Meskipun sama dalam hal tabi’, tapi badal memiliki perbedaan mendasar dengan naat , athaf dan taukid. Perbedaan itu akan terlihat jelas manakala definisi badal dapat dipahami dengan seksama.
Materi bab Badal kali ini akan mengupas tuntas apa itu badal, ada berapa pembagian dan contohnya. Serta hukum-hukum yang berkaitan dengan badal. Kajian badal dalam ilmu Nahwu ini rangkuman dari penjelasan bab badal di Jurumiyah, Alfiyah, Nahwu al Wadhih dan Jamiuddurus.
Pengertian Badal
Badal artinya iwadh, العِوض begitu pengertiannya secara lughat. Makna ini juga tersurat dalam firman Allah Swt,
عَسَىٰ رَبُّنَا أَنْ يُبْدِلَنَا خَيْرًا مِنْهَا
Surah al Qalam ayat 32 artinya: Mudah-mudahan Tuhan kita memberikan ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada itu.
Pengertian badal dalam Nahwu adalah tabi’un maqshudum bil hukmi bila wasithah
البَدَلُ في الاصطلاح تَابِعٌ مَقْصُوْدٌ بِالْحُكْمِ بِلَا وَاسِطَةٍ
Tabi’ yang dituju dengan hukum, tanpa perantara. Contoh badal seperti: واضعُ النحوِ الإمامُ عليٌّ artinya Peletak ilmu Nahwu adalah Sang Imam, Ali.
Ada 3 unsur dalam pengertian badal ini, yaitu:
- Tabi’ artinya kalimah yang ikut matbu’ dalam i’rob
- Maqshud bilhukmi artinya maksud/sasaran hukum
- Bila Wasithah artinya tanpa perantara
Dalam contoh di atas terdapat sebuah hukum, yaitu peletak Nahwu. Maqshud bilhukmi/hukum peletak Nahwu itu tidak diberikan kepada kata الإمامُ. Tapi dihukumkan kepada Ali Kwh. Kata Ali ini disebut badal, sementara yang menjadi mubdal minhu adalah al Imam.
Contoh lain dari maksud bil hukmi, Saya makan roti, setengahnya. Yang saya makan bukan ‘roti’ tapi yang saya hukumi dengan makan adalah ‘setengahnya’. Kata ‘setengahnya’ itu dinamakan badal.
Badal berbeda dengan taukid, athaf bayan dan naat. Jika naat dimaksud hukumnya adalah dzatnya man’ut, contoh naat manut Murid yang pintar menjadi juara. Maksud hukum juara adalah murid, bukan sifat/naatnya. Naat, athaf bayan dan taukid itu semata-mata hanya pelengkap dan penyempurna saja.
Jika definisi itu sampai pada maqshud bilhukmi saja, maka akan serupa dengan athaf nasaq. Karena badal dan athaf nasaq itu sama-sama menjadi objek hukum tetapi jika badal tanpa perantara, sementara athaf nasaq menggunakan wasithah atau perantara berupa huruf-huruf athaf.
Lalu timbul pertanyaan, mengapa jika yang dimaksud dengan hukum memang badal (lafazh yang terakhir) kok repot-repot menyertakan lafazh sebelumnya/mubdal minhu (yang diabaikan secara hukum)? Mungkin kamu tahu jawabanya? Ya betul! Fungsi badal sebagai penguat atau memberikan penekanan dengan sejenis pengulangan.
Berikut ringkasan penjelasan Badal dengan Naat, Athaf dan Taukid dalam tabel agar mudah dipahami:
Jenis Tabi’ | Definisi | Ciri Khas | Contoh | Perbedaan dengan Badal |
---|---|---|---|---|
Badal (البدل) | Tabi’ yang dimaksud secara langsung dengan hukum tanpa perantara. | – Badal menggantikan mubdal minhu secara makna. – Tidak memerlukan huruf penghubung (wasithah). |
واضعُ النحوِ الإمامُ عليٌّ (Peletak ilmu Nahwu adalah Sang Imam, Ali). |
– Badal mengambil hukum yang seharusnya diberikan kepada mubdal minhu. – Berbeda dengan na‘at, athaf bayān, dan taukīd yang hanya berfungsi sebagai penyempurna. – Berbeda dengan ‘athaf nasaq yang membutuhkan perantara berupa huruf ‘athaf. |
Taukid (التوكيد) | Tabi’ yang menegaskan makna matbu’ (kata yang diikutinya). | – Tidak menambahkan informasi baru, hanya memperkuat. – Bisa berupa taukid lafzhi (pengulangan) atau taukid ma‘nawi (kata tertentu seperti نفس, عين, dll.). |
جاء زيدٌ زيدٌ (Telah datang Zaid, Zaid) → taukid lafzhi. جاء زيدٌ نفسه (Telah datang Zaid sendiri) → taukid ma‘nawi. |
– Badal menggantikan matbu’ dalam makna, sedangkan taukid hanya menguatkan tanpa mengubah makna. |
Na‘at (النعت) | Tabi’ yang menjelaskan sifat matbu’. | – Sifat na‘at mengikuti matbu’ dalam i‘rab, jenis, dan jumlah. – Tidak menggantikan matbu’ dalam hukum. |
المعلمُ المجتهدُ محبوبٌ (Guru yang rajin itu disukai). |
– Na‘at hanya menjelaskan sifat matbu’, sementara badal menggantikannya dalam makna hukum. |
‘Athaf Bayān (عطف البيان) | Tabi’ yang menjelaskan matbu’ dengan lafaz sinonim atau lebih jelas. | – Mirip dengan badal, tetapi tidak bisa menggantikan matbu’ dalam hukum. – Menyediakan sinonim atau keterangan lain. |
جاء أبو حفصٍ عمرُ (Datang Abu Hafsh, yaitu Umar). |
– ‘Athaf bayān menjelaskan dengan sinonim atau keterangan lain, sementara badal menggantikan dalam hukum. |
‘Athaf Nasaq (عطف النسق) | Tabi’ yang menghubungkan kata dengan matbu’ menggunakan huruf ‘athaf. | – Memerlukan perantara berupa huruf ‘athaf (و، ف، ثم، أو, dll.). – Tidak menggantikan matbu’ dalam hukum. |
زارني زيدٌ وعمروٌ (Zaid dan Amr mengunjungiku). |
– ‘Athaf nasaq membutuhkan huruf ‘athaf sebagai perantara, sedangkan badal tidak. |
Istilah dalam Bab Badal
Sebelum lebih jauh masuk materi kajian, ada baiknya mengerti istilah-istlah dalam bab Badal, yaitu:
- Badal artinya lafazh pengganti
- Mubdal minhu artinya lafazh yang digantikan
Contoh murakkab badal, سَطَعَ الَقمَرُ نُورُهُ artinya Bulan benderang, sinarnya.
Contoh badal بدلُ adalah نُورُهُ sementara contoh mubdal minhu, مُبْدَلُ مِنْهُ adalah الَقمَرُ. Irobnya badal mengikuti mubdal minhu, karena mubdal minhu rofa’ maka demikian juga badal; rofa’.
Pembagian dan Contoh Badal
Badal terbagi menjadi 4, yaitu badal:
- kul min kul
- Bakdh min kul
- Isytimal
- Mubayin
Masing-masing dari pembagian dari badal ini disertakan pengertian, contoh dan artinya. Tidak lupa terdapat keterangan yang terkait. Berikut selengkapnya:
Badal Kul Min Kul
Pengertian badal kul min kul بَدَل الكُل من الكل adalah pengganti mubdal minhu yang keduanya sama dalam makna. Kul min kul ini juga disebut badal muthabiq, البدلُ المطابِقُ karena memiliki kesesuaian makna antara badal dan mubdal minhu.
Contoh badal kul min kul dalam al Quran Surah al Fatihah ayat 6-7:
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ
Tunjukilah kami jalan yang lurus; Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka. Sirath menjadi badal dari mubdal minhu berupa asshiratha.
Badal Bakdlu Min Kul
Badal Ba‘dlu Min Kul adalah jenis badal yang menunjukkan bahwa ia merupakan bagian dari mubdal minhu (kata yang digantikan), baik bagian tersebut kecil, setengah, atau bahkan lebih dari setengah, asalkan tidak menyamai keseluruhan mubdal minhu.
Ciri-Ciri Badal Ba‘dlu Min Kul
- Badal adalah bagian dari mubdal minhu, bukan sesuatu yang berbeda.
- Mubdal minhu tetap disebutkan dalam kalimat untuk menunjukkan keseluruhannya.
- Keselarasan dalam i‘rab (badal mengikuti i‘rab mubdal minhu).
- Biasanya disertai kata ganti (dhamir) yang merujuk ke mubdal minhu, seperti -ه، -ها، منهم, منها dll.
Contoh-Contoh Badal Ba‘dlu Min Kul
1. Seperempat dari Kabilah
جَاءَتِ القَبِيلَةُ رُبْعُهَا
(Kabilah itu telah datang, seperempatnya).
- القَبِيلَةُ = Mubdal minhu (keseluruhan kabilah).
- رُبْعُهَا = Badal (seperempat bagian dari kabilah).
- هَا pada رُبْعُهَا merujuk kepada القَبِيلَةُ.
2. Tiga Bagian dalam Al-Kalimah
الكَلِمَةُ ثَلَاثَةُ أَقْسَامٍ اسْمٌ وَفِعْلٌ وَحَرْفٌ
(Al-Kalimah itu ada tiga bagian: isim, fi‘il, dan huruf).
- ثَلَاثَةُ أَقْسَامٍ = Mubdal minhu (keseluruhan kategori).
- اسْمٌ = Badal (salah satu bagian dari tiga kategori).
- Fi‘il dan huruf juga menjadi badal dari mubdal minhu yang sama.
3. Dua Puluh Murid dari Keseluruhan
جَاءَ التَلَامِيذُ عِشْرُونَ مِنْهُمْ
(Murid-murid telah datang, dua puluh orang dari mereka).
- التَلَامِيذُ = Mubdal minhu (keseluruhan murid).
- عِشْرُونَ مِنْهُمْ = Badal (dua puluh murid dari keseluruhan).
- مِنْهُمْ sebagai dhamir yang merujuk ke التَلَامِيذُ.
Badal Isytimal
Badal Isytimal (بدل الاشتمال) adalah jenis badal yang menggantikan sesuatu yang menjadi kandungan atau sifat dari mubdal minhu, bukan bagian fisiknya.
Ciri-ciri Badal Isytimal:
- Bukan bagian (juz’) dari mubdal minhu, tetapi sesuatu yang melekat secara makna.
- Bersifat abstrak atau maknawi, bukan sesuatu yang bisa diindera langsung.
- Berbeda dengan Badal Ba‘ḍu min Kull, yang menggantikan bagian dari keseluruhan secara fisik.
Contoh Perbandingan:
Jenis Badal | Contoh | Penjelasan |
---|---|---|
Badal Ba‘ḍu min Kull (bagian dari keseluruhan) | أَكَلْتُ الرَّغِيفَ نِصْفَهُ (Aku memakan roti, setengahnya). | “Nisfahu” (setengahnya) adalah bagian fisik dari “roti” (raghīf). |
Badal Isytimal (mengandung makna, bukan bagian fisik) | نَفَعَنِي المُعلِّمُ عِلمُهُ (Pengajar itu bermanfaat bagiku, ilmunya). | “Ilmuhu” (ilmunya) bukan bagian fisik dari “mu‘allim” (pengajar), tetapi sesuatu yang berkaitan dengannya. |
Dari contoh di atas, ilmu adalah sesuatu yang melekat pada seorang guru, tetapi bukan bagian fisiknya. Inilah yang membedakan Badal Isytimal dengan Badal Ba‘ḍu min Kull.
Badal Mubayin
Badal Mubāyin (البدلُ المُبايِنُ) adalah jenis badal yang berfungsi menggantikan mubdal minhu, tetapi bukan sinonimnya, bukan bagiannya, dan bukan sesuatu yang terkandung dalam mubdal minhu.
Badal ini terbagi menjadi tiga jenis utama:
- Badal Ghalath (بدل الغلط) – Pengganti karena kesalahan ucapan.
- Badal Nisyan (بدل النسيان) – Pengganti karena lupa atau kesalahan pemikiran.
- Badal Idhrāb (بدل الإضراب) – Pengganti karena perubahan keputusan.
1. Badal Ghalath: Pengganti karena Salah Ucap
Definisi:
Badal ghalath terjadi ketika seseorang tidak sengaja mengucapkan kata yang salah, lalu segera meralatnya dengan kata yang benar.
Contoh:
جاءَ المعلِّمُ، التلميذُ
(Guru sudah datang… eh, maksudku murid).
👉 Penjelasan:
- Awalnya, pembicara menyebut “guru” (المعلِّم), tetapi ternyata yang datang adalah “murid” (التلميذ).
- Kata “murid” menjadi badal ghalath, karena menggantikan kata sebelumnya yang salah ucap.
2. Badal Nisyan: Pengganti karena Salah Pikir
Definisi:
Badal nisyan terjadi ketika seseorang menyebut kata tertentu, tetapi kemudian menyadari bahwa maksud pikirannya berbeda, sehingga ia meralat ucapannya.
Perbedaan dengan Badal Ghalath:
- Badal Ghalath: Kesalahan berasal dari lisan (salah ucap).
- Badal Nisyan: Kesalahan berasal dari pikiran (salah ingat).
Contoh:
جاءَ المعلِّمُ، التلميذُ
(Guru sudah datang… eh, ternyata murid.)
👉 Penjelasan:
- Pembicara awalnya berpikir bahwa yang datang adalah guru.
- Setelah menyadari kesalahannya, ia mengganti dengan “murid”.
- Kata “murid” menjadi badal nisyan, karena koreksi berasal dari kesalahan dalam pemikiran, bukan hanya salah ucap.
3. Badal Idhrāb: Pengganti karena Perubahan Keputusan
Definisi:
Badal idhrāb terjadi ketika seseorang awalnya menyebut suatu kata, tetapi kemudian mengubah pendapatnya dan menggantinya dengan kata lain.
Contoh:
خُذِ القلمَ، الوَرَقةَ
(Ambillah pena… tidak, maksudku kertas.)
👉 Penjelasan:
- Awalnya, pembicara menyuruh mengambil “pena”.
- Tetapi kemudian ia berubah pikiran dan menggantinya dengan “kertas”.
- Kata “kertas” menjadi badal idhrāb, karena hukum perintah berpindah dari pena ke kertas.
Jenis Badal Mubāyin | Sebab Perubahan | Sumber Kesalahan | Contoh |
---|---|---|---|
Badal Ghalath | Salah ucap | Kesalahan di lisan | جاءَ المعلِّمُ، التلميذُ (Guru datang… eh, maksudku murid.) |
Badal Nisyan | Salah ingat | Kesalahan dalam pikiran | جاءَ المعلِّمُ، التلميذُ (Guru datang… eh, ternyata murid.) |
Badal Idhrāb | Perubahan keputusan | Bukan kesalahan, tetapi ralat | خُذِ القلمَ، الوَرَقةَ (Ambillah pena… tidak, maksudku kertas.) |
Badal Mubāyin berfungsi sebagai koreksi atau perbaikan dalam ucapan, baik karena kesalahan lisan, pikiran, atau perubahan keputusan.
Kaidah Aturan Bab Badal
Dalam memahami badal, terdapat beberapa kaidah penting yang perlu diperhatikan agar penggunaannya sesuai dengan aturan bahasa Arab yang fasih. Berikut adalah aturan-aturan penting dalam bab badal:
-
Tidak Harus Sesuai dalam Makrifat dan Nakirah
- Badal dan mubdal minhu tidak wajib memiliki kesamaan dalam aspek makrifat (definitif) atau nakirah (indefinitif).
- Contoh:
جاء رجلٌ صديقُك → (Seorang pria datang, yaitu temanmu).- رجلٌ adalah nakirah, sedangkan صديقُك adalah makrifat.
-
Tidak Boleh Badal Isim Dhamir dari Mubdal Minhu yang Juga Isim Dhamir
- Jika mubdal minhu berupa isim dhamir (kata ganti), maka tidak diperbolehkan membuat badal dari isim dhamir juga.
- Contoh yang salah:
أنتَ هو ❌
(Engkau adalah dia → tidak sesuai dalam kaidah badal).
-
Badal dari Isim Dhamir ke Isim Dzhahir
- Tidak diperbolehkan menjadikan isim dhamir sebagai badal dari isim dzahir.
- Namun, boleh menjadikan isim dzahir sebagai badal dari isim dhamir.
- Contoh yang benar:
إياك زيدٌ أقصدُ (Kepadamu, Zaid yang aku maksud).
-
Badal Berlaku untuk Isim, Fi‘il, dan Jumlah
- Badal tidak terbatas pada isim, tetapi juga bisa terjadi pada:
- Antara sesama fi‘il
- Antara sesama jumlah (kalimat lengkap)
- Syaratnya: unsur yang digantikan dan yang menggantikannya harus sejenis.
- Badal tidak terbatas pada isim, tetapi juga bisa terjadi pada:
-
Jika Mubdal Minhu adalah Isim Istifham atau Isim Syarath
- Jika mubdal minhu adalah isim istifham (kata tanya) atau isim syarath (kata syarat), maka badal harus disertai dengan hamzah istifham atau “إن” syartiyah.
- Contoh:
مَن أبوك زيدٌ أم عمرو؟
(Siapa ayahmu? Zaid atau Amr?).- زيدٌ adalah badal dari مَن yang merupakan isim istifham.
-
Kewajiban Menyertakan Dhamir pada Badal Ba‘dh Min Kul dan Badal Isytimal
- Pada badal ba‘dh min kul (sebagian dari keseluruhan) dan badal isytimal (badal yang merujuk kepada suatu aspek dari mubdal minhu), wajib menyertakan dhamir yang kembali kepada mubdal minhu.
- Contoh badal ba‘dh min kul:
أكلتُ الرغيفَ نصفَهُ
(Aku makan roti, setengahnya).- نصفَهُ adalah badal ba‘dh min kul, dan هُ merujuk kepada الرغيفَ.
- Contoh badal isytimal:
أعجبني زيدٌ خلقُهُ
(Aku kagum kepada Zaid, akhlaknya).- خلقُهُ adalah badal isytimal, dengan dhamir هُ kembali ke زيدٌ.
-
Badal Mubāyin Tidak Fasih Tanpa Huruf “Bal”
- Badal mubāyin (badal yang mengoreksi atau mengganti sepenuhnya makna mubdal minhu) tidak dianggap fasih dalam bahasa Arab tanpa menggunakan huruf “بَلْ”.
- Contoh yang benar:
ما جاء خالدٌ بل عمرٌ
(Bukan Khalid yang datang, melainkan Amr). - Jika tidak menggunakan “بَلْ”, maka kalimat dianggap kurang fasih.
Demikianlah pembahasan mengenai badal, pembagian, contoh beserta kaidah-kaidahnya. Dengan memahami aturan ini, penggunaan badal dalam Nahwu dan bahasa Arab bisa lebih tepat dan sesuai dengan kelaziman nahwu. Semoga bermanfaat. Wallāhu a‘lam.