Behind The Scene Contoh Jamak Taksir

Ini cerita. Biasa saja. Bukan cerita lucu, bukan pula cerita motivasi. Apalagi penggugah semangat hidup atau penggugah orang tidur—jauh sekali. Ini hanya cerita contoh jamak taksir. Taksir ya, pakai ‘K’, bukan ‘N’. Jangan sampai salah jatuh hati.

Memang, istilah BTS (Behind The Scene) dan judul ‘Contoh Jamak Taksir’ itu—secara ilmiah, spiritual, maupun batiniah—100% tidak memiliki korelasi. Nol persen. Tidak ada hubungan kekerabatan. Apalagi hubungan mahram.

Tapi… untuk kali ini, kami paksa. Kami jodohkan mereka berdua dalam satu tulisan. Siapa tahu nanti bisa sakinah, mawadah, wa rahmah. Namanya juga ikhtiar—biar tidak selamanya kata-kata hidup menjomblo.

Kalau dalam dunia film ada istilah BTS, maka bolehlah istilah ini kita pinjam masuk ke dunia per-nahwu-an. Tapi, ya, ini kan istilah orang. Harusnya izin dulu. Tapi kepada siapa? Siapa sih sebenarnya yang punya hak cipta atas istilah ‘di balik layar’?

Karena tak ada yang mengaku-ngaku, ya sudahlah. Kita pakai saja. Anggap saja semesta sudah rida. Atau, kamu punya alternatif? ‘Di balik rumah’? Jangan! Nanti dikira qadhil hajat. ‘Di balik motor’? Itu mah boncengan! Coba, bantu kami temukan istilah yang lebih pas.

Namun karena belum ada saran yang masuk (dan memang belum disediakan pintunya), maka sementara istilah BTS ini kami ‘ijabkan’ dengan ilmu Nahwu. Sah? Sah? Sah? (Sambil nengok ke Pak Saksi yang entah di mana)… Alhamdulillah.


Cerita Contoh Jamak Taksir

Sebelum lanjut, perlu kami pertegas: cerita ini tidak menjanjikan akhir bahagia. Tidak menjanjikan tawa. Tidak pula menjanjikan inspirasi. Ini cerita yang menempuh jalan sunyi. Maka silakan, tentukan sikapmu sekarang.

Kalau kamu ragu, cukup sampai di sini. Memang pahit, tapi kadang meninggalkan adalah bentuk cinta paling tulus.

Namun… dari lubuk hati yang paling dalam, aku masih berharap. Semoga kamu tetap lanjut. Karena di setiap jeda kalimat, aku selipkan niat. Agar kamu bukan hanya membaca, tapi juga menyerap dan memahami. Mengerti arti kita dalam alur cerita dunia kata.

Kalau pandanganmu sudah sampai di sini—mengeja tiap suku kata yang kububuhi rasa, merangkai kalimat yang kuselipkan asa—maka kuterima keseriusanmu. Mari, kita lanjutkan perjalanan ini.

Tahukah kamu? Tujuh kitab telah kulalui. Tujuh situs kujelajahi. Tujuh posisi duduk aku ganti hanya demi satu hal: menemukan apa yang kamu cari. Contoh jamak taksir.


Ketika Al-Qur’an Dibuka, Pikiran Pun Terputar

Lembaran demi lembaran kubuka. Hingga satu ayat menghentikanku. Letaknya di ujung. Surat An-Naas. Perlahan kubaca. Lalu berhenti pada satu kalimat:

ٱلَّذِي يُوَسۡوِسُ فِي صُدُورِ ٱلنَّاسِ

Dari ayat ini, cerita mulai bercerita. Visual pikiranku menekan tombol play. Video dalam kepala pun berputar. Imaji mulai membentuk narasi.

Namun seperti biasa, muncul iklan tak diundang. Pikiran pun tersendat. Aku harus sabar menunggu tombol skip ad yang tak kunjung ada. Atau setidaknya mencoba ikhlas, meski setengah hati.

Begitu juga saat merenungi ayat tadi. Pikiran berputar, lalu terdistorsi. Namun aku bertahan. Dan di situlah akhirnya muncul satu kata yang memantik rasa: shudûr (صُدُور). Ya, jamak taksir dari shadr (صدر).

Aku tahu itu jamak taksir. Tapi kenapa justru malah bikin aku naksir? Ingin rasanya mengenal lebih dalam. Menyusuri asal-usul kata, mencari makna di baliknya.


Aku dan Mushannif: Antara Pura-pura Paham dan Cinta yang Perlahan

Perjalanan ini membawaku ke lembaran kitab. Beberapa keterangan mulai muncul. Begini katanya. Begitu katanya. Aku mengangguk-angguk. Seolah-olah paham. Semoga memang paham.

Lalu aku berhenti pada satu narasi. Kalimat ini membuat hatiku nyangkut:

ويُطلَق الصَّدرُ على (القلب) ‌لِحُلُولِه به

Tahukah kamu? Di antara sekian kata itu, ada satu yang diam-diam memikat hatiku. Coba tebak, kata mana yang membuatku terpaku?

Meski ini hatiku, kamu tetap boleh menebak-nebak. Bahkan harus. Karena bukankah hidup memang penuh dengan tanda tanya yang jawabannya kadang baru datang di episode selanjutnya?

Dan ya, jawabannya akan kusampaikan… di BTS selanjutnya.


Selamat Hari Santri Nasional (HSN)
22 Oktober 2022
Semoga Berdaya Menjaga Martabat Kemanusiaan.