Ta’aluq dan Muta’alaq-nya Dhorof

Dalam memahami kalimat bahasa Arab secara paripurna salah satunya perlu mengerti apa itu Ta’aluq, baik yang terapat pada Jar-majrur maupun Dhorof? Sebagaimana diketahui, bahwa dhorof adalah keterangan tempat (al makan) atau waktu (az zaman). Dalam bahasa Arab, dhorof dibagi menjadi dua, yaitu:

  1. dhorof makan
  2. dhorof zaman

Contoh dhorof makan adalah arah penjuru; أمَامَ (depan), وَرَاءَ (belakang), فَوْقَ (atas), تَحْتَ (bawah) dan masih banyak lagi, karena nanti berkaitan dengan dhorof mukhtas dan mubham.

Sementara contoh dhorof zaman adalah سَاعَة (jam, bukan bendanya tapi waktunya), لَيْلَة (malam), يَوْم (hari) dlsb. Intinya yang menunjukkan masa, waktu, zaman.

Pada ngaji Nahwu kali ini fokus kajiannya adalah ta’aluq dan muta’alaqnya dhorof, mengapa dhorof perlu ta’aluq? Apa muta’alqnya dan bagaimana praktik ta’aluq dalam dhorof?

Pengertian Ta’aluq dan Muta’allaq

Ta’alluq atau ta’aluq, تَعَلُّق artinya bergantung, hubungan atau keterkaitan. Sementara muta’llaq, مُتَعَلَّق atau kadang diucapkan muta’allaq bihi adalah tempat yang dijadikan kebergantungan. Ta’aluqnya dhorof dan jar majrur ini harus kepada muallaq yang berupa fi’il atau syibh fi’il.

Untuk lebih mudah memahami ta’aluq dan mutaalaq, mari praktik menggunakan contoh bahasa Indonesia terlebih dahulu, kemudian ke bahasa Arabnya.

Contoh dhorof, ta’aluq dan muta’alaq-nya adalah: Saya duduk di bawah pohon.

  • Kata ‘di bawah pohon’ ini namanya dzaraf, ia menunjukkan keterangan tempat.
  • Kata ‘duduk’ ini disebut muta’allaq, ia menunjukkan kejadian atau pekerjaan
  • Hubungan atau keterkaitan antara ‘di bawah pohon’ dengan ‘duduk’ ini namanya ta’aluq.

Mengapa Dhorof Butuh Ta’aluq?

Sebagaimana jar majrur, dhorof pun butuh kepada ta’aluq. Yang dimaksud dalam kajian ini adalah dhorof yang berupa kalimah mansub (yang dinasobkan) sebagai dzarfiyah (maf’ul fih).

Setelah mengetahui apa itu taaluq dan mualaq, selanjutnya adalah menjawab pertanyaan di atas, mengapa dhorof butuh taaluq?

Dari contoh yang sama di atas, maka tidak mungkin kata ‘di bawah pohon’ ini berdiri sendiri, tanpa ada keterkaitan dengan kata kerja, peritiwa atau kejadian (حدث). Maka tidak akan dipahami jika tiba-tiba seseorang hanya mengucapkan ‘di bawah pohon’ saja, yang mana ucapan itu berdiri sendiri.

Berbeda ceritanya jika itu adalah jawaban dari pertanyaan, ‘Dimana Kamu duduk?’ maka antara jawaban yang berupa dhorof ini berta’aluq dengan kata kerja yang terdapat dalam pertanyaan (duduk). Jadi jika dijabarkan kurang lebih kalimatnya menjadi saya duduk, (dukduknya) di bawah pohon.

Contoh Ta’aluq Dhorof Dan Mua’alaqnya

Contoh ta’aluq dhorof dalam bahasa Arab جَلَسْتُ تَحْتَ الشَّجَرَةِ jika dieja per kata menjadi:

  • جَلَسَ artinya duduk
  • تُ artinya saya
  • تَحْتَ artinya di bawah
  • الشَّجَرَةِ artinya pohon

Lafadz تَحْتَ الشَّجَرَةِ ini disebut dhorof makan. Karena dhorof, ia butuh taaluq dan mu’allaq. Mualaq bih-nya adalah lafadz جَلَسَ, karena ia fi’il yang menunjukkan hadats atau pekerjaan. Sedangkan ta’aluqnya adalah hubungan antara keberadaannya di bawah pohon dengan kejadian atau pekerjaan duduk.

Dalam konteks ta’aluq ini, adakalanya mu’alaq-nya dhorof dan Jer majrur disebutkan dalam kalimat, ada pula yang dibuang. Contoh mualaq yang disebutkan seperti yang dibahas di atas. Sementara contoh ta’aluq dengan mu’alaq dibuang adalah ‘di bawah pohon’ sebagai jawaban pertanyaan.

Demikian pengertian taaluq dan mualaq dalam konteks dhorof sebagai maful fih. Kedepan akan diteruskan dengan materi mu’alaq dhorof dan jar majrur yang wajib mahdzuf (dibuang). Semoga.