Dalam bahasa Arab, menguatkan makna sebuah kalimah atau memberikan penegasan tertentu bisa dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu caranya adalah melalui taukid. Ada yang menggunakan adawat taukid seperti Lam, Nun Taukid dan lainnya.
Konsep tersebut digunakan untuk memastikan bahwa sebuah pernyataan tidak mengandung keraguan atau kesalahpahaman dari sisi sami’ atau mukhatab.
Sebagai bagian dari bab Tawabi’, taukid memiliki aturan tersendiri, baik dari segi bentuk maupun pengaruhnya dalam i’rob. Dalam Nazham Alfiyah Ibnu Malik, pembahasan taukid diawali dengan bait berikut:
بِالنَّفْسِ أوْ بِالْعَيْنِ الاسْمُ أُكِّدَا … مَعَ ضَمِيْرٍ طَابَقَ المُؤَكَّدَا
Artinya: Isim bisa ditaukidi menggunakan nafs atau ‘ain (dengan syarat) bersamaan dengan dhamir yang serasi dengan muakkad.
Apa itu taukid, bagaimana pembagiannya, dan dalam kalimah apa saja ia digunakan? Mari kita bahas lebih lanjut.
Pengertian Taukid
Sighat taukid التوكيد merupakan bentuk mashdar dengan wazan تَفْعِيْلٌ yang menggunakan maknanya isim fa’il, muakkid. Taukid bisa diucapkan dengan ta’kid dan takid ketiganya memiliki arti yang sama.
Menurut lughat, taukid artinya التقوية penguatan, pengukuhan atau konfirmasi. Arti taukid secara harfiah ini luas jangkauannya. Bisa digunakan untuk huruf taukid dlsb. Namun yang dibahas dalam bab ini adalah taukid lafdzi dan maknawi yang terdapat dalam kajian tawabi’.
Menurut istilah Nahwu, taukid adalah Tabi’ yang berfungsi menghilangkan kemungkinan, keraguan, atau anggapan yang salah/tidak semestinya. Contoh جاءَ عليٌّ عليٌّ artinya Ali, Ali datang atau جاءَ عليٌّ نَفْسُهُ artinya Ali sendiri (yang) datang.
Ketika hanya diucapkan جاءَ عليٌّ saja, maka kalam tersebut masih mengandung, kemungkinan, pengingkaran atau kesamaran, apakah yang datang itu asisten, surat atau yang lainnya dari Ali. Sehingga butuh konfirmasi atau penguatan.
Untuk tujuan itu, diulang lah lafazh عليٌّ atau didatangkan lah نَفْسُهُ setelahnya. Keduanya itu disebut muakkid, artinya sebagai konfirmasi bahwa yang datang itu Ali sendiri sekaligus menghilangkan anggapan-anggapan lainnya.
Unsur Taukid
Sebelum lebih jauh, ada baiknya mengenal istilah-istilah dalam bab taukid ini. Setidaknya ada tiga istilah penting yang perlu diketahui, yaitu:
- Muakkid
- Muakkad
- Taukid
Agar mudah, mari langsung praktik pada contoh taukid جاءَ عليٌّ نَفْسُهُ. Lafazh Ali disebut مُؤَكَّدِ, muakkad artinya yang ditaukidi, sedangkan lafazh نَفْسُ dinamakan مُؤَكِّدِ, muakkid artinya yang menaukidi. Susunan kalimah عليٌّ نَفْسُهُ disebut taukid, yaitu terdiri dari muakkad dan muakkid.
Hukum Taukid
Karena taukid adalah salah satu jenis tawabi’ maka secara i’rob dia harus mengikuti matbu’. Tawabi’ adalah lafazh-lafazh yang mengikuti. Jadi, jika matbu’(dalam hal ini muakkad) marfu’ maka tabi’(muakkid) dibaca rafa, begitu seterusnya.
Selain itu antara muakkad dan muakkid harus serasi dalam hal ma’rifat atau nakirahnya. Sebenarnya tidak diperkenankan membuat taukid dari muakkad nakirah, namun jika kenakirahannya itu mufid, maka masih diperkenankan.
Mufid artinya befaidah. Faidah ini didapatkan dengan pembatasan (mahdud) pada kenakirahannya dan lafazh muakkidnya memiliki cakupan luas dan menyeluruh(الإحاطة والشُّمول). Contoh taukid nakirah اعْتَكَفْتُ أُسْبُوْعاً كلَّهُ artinya Saya itikaf seminggu penuh.
Lafazh أُسْبُوْعاً meskipun nakirah, namun kenakirahannya memiliki batas; 7 hari. Sementara كُلُّ artinya menyeluruh atau penuh. Jadi tarkib taukid ini bisa dibenarkan karena memenuhi syaratnya.
Pembagian dan Contoh Taukid: Lafdzi dan Maknawi
Dalam ilmu nahwu, taukid memiliki dua macam utama, yaitu taukid lafdzi (التَّوْكيدُ اللَّفْظيُّ) dan taukid maknawi (التَّوْكيدُ الْمَعْنَوِيُّ). Berikut penjelasan dan contohnya:
1. Taukid Lafdzi (التَّوْكيدُ اللَّفْظيُّ)
Taukid lafdzi adalah pengulangan lafazh yang sama (muakkad) atau mendatangkan lafazh yang semakna (muradif). Pengulangan ini dapat dilakukan pada semua jenis kalimah, baik isim, fi’il, maupun huruf.
a. Pengulangan Isim
Pengulangan bisa terjadi pada isim zhahir maupun isim dhamir.
Isim Zhahir:
Contoh: جَاءَ زَيْدٌ زَيْدٌ
(Zaid, Zaid telah datang.)Isim Dhamir:
Contoh dalam Al-Qur’an, surah Al-A’raf ayat 19 dan Al-Baqarah ayat 35:
يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ
(Hai Adam, bertempat tinggallah kamu dan isterimu di surga.)
Lafazh أَنْتَ menjadi taukid dhamir yang menegaskan subjeknya.
b. Pengulangan Fi’il
Contoh: جاءَ جاءَ عليٌّ
(Datang, datanglah Ali.)
c. Pengulangan Huruf
Contoh: لا، لا أبوحُ بالسرّ
(Tidak, tidak akan aku bocorkan rahasia itu.)
d. Pengulangan dalam Jumlah Ismiyah dan Jumlah Fi’liyah
Jumlah Ismiyah:
عَلِيٌّ مُجْتَهِدٌ عَلِيٌّ مُجْتَهِدٌ
(Ali adalah siswa yang rajin, Ali adalah siswa yang rajin.)Jumlah Fi’liyah:
جَاءَ الْفَتَى جَاءَ الْفَتَى
(Pemuda itu datang, pemuda itu datang.)
e. Taukid dengan Lafazh Muradif (Sinonim)
Contoh: جَاءَ لَيْثٌ أسَدٌ
(Harimau datang.)
Lafazh لَيْثٌ dan أسَدٌ berbeda, tetapi artinya sama, yaitu harimau.
2. Taukid Maknawi (التَّوْكيدُ الْمَعْنَوِيُّ)
Taukid maknawi dilakukan dengan menambahkan lafazh tertentu yang memberikan penguatan makna. Lafazh-lafazh tersebut antara lain:
- نَفْس (diri sendiri)
- عَيْن (sendiri)
- جَمِيع (seluruhnya)
- عَامَّة (umumnya)
- كُلّ (seluruhnya)
- كِلاَ (keduanya, untuk mudzakkar)
- كِلْتَا (keduanya, untuk muannats)
Penggunaan lafazh-lafazh ini mengharuskan adanya idhafah dengan dhamir yang sesuai dengan muakkadnya, baik dalam bentuk mufrad, tasniyah, jama’, mudzakkar, maupun muannats.
Contoh-Contoh Taukid Maknawi
جَاءَ زَيْدٌ نَفْسُهُ
(Zaid sendiri yang datang.)جَاءَ زَيْدَانِ نَفْسُهُمَا
(Dua Zaid sendiri yang datang.)رأيتُ القومَ كُلَّهُمْ
(Saya melihat kaum itu seluruhnya.)أحسنتُ إلى فُقراءِ القَرْيَةِ عَامَّتِهم
(Saya berbuat baik kepada seluruh fakir miskin di desa.)جاءَ الرجلانِ كِلاهُما
(Dua lelaki itu datang, keduanya.)جَائَتْ المَرْأتانِ كِلْتَاهُمَا
(Dua perempuan itu datang, keduanya.)
Penggunaan Huruf Jar dengan Lafazh Nafs dan ‘Ain
Pada taukid maknawi, lafazh نَفْس dan عَيْن diperbolehkan untuk didahului huruf jar seperti بَاء (ba’ zaidah). Contoh:
- جاءَ عليٌّ بنفسهِ
(Ali datang sendiri.)
Pada contoh ini, بِنَفْسِهِ di-i’rob sebagai majrur lafzhi, tetapi marfu’ mahallan karena fungsi sebenarnya adalah taukid.
Menaukidi Taukid
Dalam ilmu Nahwu, taukid dapat dikuatkan lagi dengan tambahan tertentu. Proses ini disebut تقوية التوكيدِ (penguatan taukid). Salah satu cara memperkuat taukid adalah dengan menambahkan lafazh أَجْمَعُ atau bentuk turunannya setelah muakkid كُلّ. Kombinasi antara أَجْمَعُ dan كُلّ ini harus tetap serasi dengan muakkadnya dalam hal jenis (mudzakkar atau muannats) dan bentuk (mufrad, tasniyah, atau jama’).
Kombinasi Taukid dengan أَجْمَعُ
Berikut adalah beberapa kombinasi umum dalam تقوية التوكيدِ:
كله أجْمَعُ
(Semua itu, seluruhnya.)كلها جَمْعَاءُ
(Semua itu, seluruhnya. – untuk muannats)كلهم أجمعينَ
(Semua mereka, seluruhnya.)كلهنَّ جُمَعٌ
(Semua mereka (wanita), seluruhnya.)
Penambahan أَجْمَعُ Tanpa Lafazh كُلّ
Meskipun biasanya أَجْمَعُ dan bentuk turunannya digunakan setelah كُلّ, ada kalanya أَجْمَعُ berdiri sendiri tanpa didahului كُلّ. Hal ini sering ditemukan dalam teks-teks klasik maupun ayat Al-Qur’an. Salah satu contohnya adalah:
وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ
(…aku (Iblis) akan menyesatkan mereka semuanya.)
Ayat ini terdapat dalam surah Shad: 82 dan Al-Hijr: 39. Dalam konteks ini, أَجْمَعِينَ berfungsi sebagai taukid yang berdiri sendiri tanpa didahului كُلّ, namun tetap menguatkan makna secara keseluruhan.
(bersambung ke faidah dan tawabi’ ajma’u)