Wallahu A’lam Bishawab – Tulisan, Arti, Tujuan dan Hukumnya

Jika kamu sering mendengarkan pengajian, tentu kamu mendengar ucapan wallahu a’lam bishawab di akhir sesinya. Tapi apakah kamu, tahu bagaimana tulisan wallahu a’lam bishawab Arab, arti, makna dan hukum mengucapkannya?

Mari kita gali lebih dalam untuk memperluas pemahaman ucapan islami wallahu a’lam bishawab yang mengisyaratkan kerendahan hati ini. Yuk, kita mulai.

Mengenal Wallahu A’lam Bishawab

Istilah wallahu a’lam bishawab adalah frasa yang digunakan, baik dalam tulisan maupun ucapan, sebagai penutup keterangan, pendapat atau jawaban terkait suatu permasalahan.

Dalam dunia keilmuan Islam, ungkapan ini melambangkan kerendahan hati dan pengakuan bahwa hanya Allah yang lebih mengetahui kebenaran yang sebenarnya.

Dalam konteks kitab, buku atau pengajian, ungkapan ini sering digunakan oleh para ustadz, kiai, dan ulama sebagai penutup untuk menegaskan bahwa pengetahuan dan pemahaman manusia terbatas, sedangkan Allah memiliki pengetahuan yang luas dan sempurna.

Tulisan Wallahu A’lam Bishawab Arab

Berdasarkan kaidah penulisannya, dalam wallahu a’lam bishawab arab tertulis

‌وَاللَّهُ ‌أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ

Tulisan arab ini sesuai kaidah bahasa Arab dan terdapat dalam berbagai karya-karya ulama seperti buku dan kitab.

Arti Wallahu A’lam Bishawab

Ucapan atau tulisan wallahu a’lam bishawab artinya hanya Allah yang lebih mengetahui kebenaran yang sesungguhnya. Kalimat ini sangat populer di kalangan umat Islam, khususnya di pesantren. Penggunaan kalimat ini sudah menjadi sebuah tradisi yang dipegang teguh dan dilestarikan sampai saat ini.

Makna Wallahu A’lam Bishawab

Makna dari wallahu a’lam bishawab adalah pembicara, penulis atau pemateri dalam sebuah kajian mengakui bahwa hanya Allah yang memiliki pengetahuan yang mutlak dan sempurna mengenai segala hal, termasuk kebenaran yang sebenarnya.

Fungsi Wallahu A’lam Bishawab

Fungsi dari ucapan ini adalah untuk mengakui keterbatasan pengetahuan manusia dan menegaskan sifat pengetahuan, kebesaran dan kebijaksanaan Allah.

Dalam banyak situasi, terutama ketika seseorang ditanya tentang suatu permasalahan atau masalah yang melibatkan pengetahuan dan kebenaran, jika dia muslim, dia akan mengatakan wallahu a’lam bishawab.

Ucapan tersebut berfungsi untuk mengakui bahwa dia adalah manusia yang memiliki keterbatasan pengetahuan dan bahwa hanya Allah yang memiliki pengetahuan yang lengkap.

Tujuan Ucapan Wallahu A’lam Bishawab

Tujuan mengakhiri sebuah jawaban atau pemaparan materi dengan kalimat wallahualam bishawab adalah sikap rendah hati, penyerahan diri, dan ketundukan kepada Allah sebagai sumber pengetahuan yang paling tinggi.

Dengan mengucapkannya, seseorang menunjukkan bahwa ia mengandalkan Allah sebagai pemandu dan kebenaran yang sejati, serta menegaskan bahwa pengetahuan manusia hanyalah sedikit yang terbatas dan tergantung pada pemahaman yang relatif. Berbeda dengan sifat Maha Mengetahuinya Allah.

Hukum Wallahu A’lam Bishawab

Para ulama juga menggunakan kalimat “Wallahu a‘lam” sebagai etika dalam menutup fatwa mereka. Ungkapan ini menunjukkan pengakuan mereka bahwa segala keputusan yang mereka ambil bersumber dari pengetahuan yang mereka peroleh. Dan pengetahuan itu sendiri berasal dari Allah subhanahu wata’ala.

Jumhur Ulama (Mayoritas Ulama)

Berdasarkan uraian di atas, hukum mengucapkan wallahu a’lam bishawab dalam konteksnya adalah dianjurkan. Mereka berpendapat, bahwa ungkapan itu merupakan bentuk tawadhu’ (kerendahan hati) mereka di hadapan Allah, yang telah memberikan petunjuk dalam pemahaman mereka.

Melalui penggunaan kalimat ini, para ulama menyampaikan pesan bahwa mereka hanya menghukumi suatu permasalahan berdasarkan pengetahuan yang tersaji secara jelas dan nyata. Namun, di balik semua itu, mereka menyadari bahwa hanya Allah yang mengetahui hakikat yang tersembunyi, sebagaimana diungkapkan dalam kaidah ushul fiqh, “Kami menghukumi dengan sesuatu yang dhahir (lahiriah), dan Allah yang menangani seluruh yang tersembunyi (samar).”

Pendapat Hanafiyyah

Dalam mazhab Hanafi, penggunaan kalimat “Wallahu a‘lam” dapat dihukumi makruh jika hanya sebagai tanda penutup pengajian semata. Namun, jika niatnya adalah berdzikir, pengucapan tersebut menjadi sunnah. Jika niat berdzikir dan tanda penutup pengajian bersamaan, maka yang lebih dominan akan menentukan hukumnya.

Pendapat mengenai penggunaan ungkapan “Wallahu a’lam” memiliki perbedaan di antara ulama mazhab Hanafi. Sebagian ulama mazhab Hanafi berpendapat bahwa tidak seyogianya atau makruh menggunakan ungkapan tersebut, sedangkan sebagian lainnya memutlakkan penggunaannya. Ada pula yang menghukumi sebagai makruh ketika digunakan sebagai pertanda penutupan pengajian. Namun, pendapat yang menolak ini ditolak karena tidak ada keraguan bahwa di dalam ungkapan “Wallahu a’lam” terkandung puncak kepasrahan kepada Allah yang dianjurkan.

Perbedaan pendapat ini menunjukkan variasi interpretasi di antara ulama mazhab Hanafi terkait penggunaan ungkapan tersebut. Beberapa ulama berpendapat bahwa penggunaan “Wallahu a’lam” sebaiknya dihindari atau makruh karena dianggap sebagai penutupan pengajian yang tidak dianjurkan. Sementara itu, ada juga ulama yang memandang penggunaannya sebagai hal yang wajib atau sangat dianjurkan.

Namun, pendapat yang menolak penggunaan “Wallahu a’lam” sebagai makruh ditolak karena ungkapan tersebut mencerminkan tingkat kepasrahan yang tinggi kepada Allah. Ungkapan ini mengakui bahwa hanya Allah yang benar-benar mengetahui segala sesuatu secara mutlak. Oleh karena itu, penggunaan “Wallahu a’lam” seharusnya dipandang sebagai bentuk keikhlasan dan pengakuan atas pengetahuan Allah yang tidak terbatas.

Penutup

Sebagai penutup, wallahu a’lam bishawab adalah kalimat yang lazim terdapat dalam tulisan atau ucapan sebagai penutup dari paparan atau jawaban terkait keilmuan dan pengetahuan. Tulisan wallahu a’lam bishawab arab adalah ‌وَاللَّهُ ‌أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ yang artinya hanya Allah yang lebih mengetahui kebenaran yang sesungguhnya.

Bukan tanpa alasan kalimat tersebut diungkapkan, alasan utama dari pengucapan tersebut adalah ketawadhu’an dan pengakuan akan keterbatasan ilmu dan pengetahuan manusia. Meskipun ada yang memkarhukan ucapan tersebut jika hanya sebagai ucapan penutup tanpa adanya dzikir, namun mayoritas ulama sangat menganjurkan mengucapkannya. Wallahu a’lam bishawab.