Kata Asfala Safilin terdapat dalam Surah at Tin, tepatnya ayat kelima. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa manusia akan dikembalikan ke “Asfala Saafiliin”. Sehingga, penting rasanya untuk mengetahui lebih dalam tentang arti Asfala Safilin ini dan bagaimana pendapat para pakar tafsir menerangkan maksudnya.
Tulisan ini akan mengupas tidak hanya sekedar arti, terjemahan dan makna yang diberikan oleh otoritas Islam di Indonesia (Kemenag), lebih dari itu, tulisan yang diberi judul “Arti Asfala Safilin dan Tafsirannya” akan mencoba menawarkan alur berpikir dari kebahasaan hingga penafsirannya. Bismillah.
Arti Asfala Safilin
Arti dari Asfala safilin ini bisa diketahui dengan menggunakan pendekatan Nahwu dan Shorof. Kedua frasa ini dalam gramatika Arab disebut tarkib idhofi. Begini penjelasan selengkapnya:
Kata ‘asfala’ (أسفَلَ) merupakan bentuk isim tafdhil (superlatif). Kata ini memiliki dasar fi’il madhi ‘safala’ yang artinya turun, rendah atau hina. Antonim dari ‘asfala’ adalah a’la. Ini senada dengan arti nama al a’la dalam surah al-Quran.
Jadi, kata ‘safala’ yang di-tafdhil-kan menjadi asfala ini memiliki arti paling rendah, terendah atau paling hina. Ciri makna isim tafdhil adalah paling atau imbuhan ter sebelum kalimat yang menjadi arti.
Sementara kata ‘safilin’ (سَافِلِينَ) merupakan bentuk jamak mudzakar salim dalam keadaan nashab atau jar. Dalam konteks asfalassafilin, maka ia di-i’rob-i majrur (dibaca jar) sebagai mudhaf ilaih. Karena ia bentuk jamak yang salim (utuh/selamat), maka sighot mufradnya adalah ‘saafil’ (سَافِل) yang artinya yang yang terendah atau yang terhina.
Dari uraian di atas, maka dapat dibenarkan jika Asfala Safilin artinya adalah sesuatu yang serendah-rendahnya atau sehina-hinanya. Dalam konteks arti Surat At-Tin ayat 5, kemenag menerjemahkannya dengan : Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka).
Jika secara arti tekstual sudah ditemukan, maka timbul pertanyaan, apmaksud dari asfala safilin? Untuk menjawab pertanyaan itu, kita harus lah merujuk pada beberapa pendapat ahli tafsir al-Quran yang mu’tabar. Dalam contoh di atas, Kemenag menafsirkannya dengan neraka.
3 Tafsiran Asfala Safilin
Penafsiran frasa Asfala Safilin akan berdampak kepada keutuhan kandungan dari surat Al-A’la. Mufassirin memiliki silang pendapat dalam beberapa hal, termasuk maksud dari asfala saafiliin ini.
Seperti diketahui, untuk menafsirkan kata atau ayat dalam al-Quran membutuhkan banyak instrumen, beberapa di antaranya seperti asbaunnuzul, keterangan Nabi dan keterkaitan antara kata dan ayat antara satu dengan yang lainnya dalam Quran.
Memperhatikan aspek yang terakhir, minimal terdapat 3 pendapat tentang maksud dari lafadz Asfala Safilin, ketiganya adalah:
- Kelemahan fisik dan mental
- Neraka
- Kondisi awal manusia
Sebelum penjelasan tafsir Asfala Safilin ini lebih jauh, untuk memudahkan pemahaman, silahkan merujuk khususnya Surat At Tin ayat 4 dan ayat ke-5. Akan menjadi lebih baik lagi jika rujukannya seluruh isi At-Tin ini.
Menurut pendapat pertama, asfala safilin yaitu keadaan kelemahan pada fisik dan mental yang akan terjadi di masa tua. Menurut pendapat ini, manusia akan dikemabalikan menjadi makhluk yang lemah secara fisik dan mental layaknya ketika mereka masih bayi.
Sekilas pendapat ini sederhana dan mudah diterima logika. Akan tetapi, ayat-ayat selanjutnya tidak mendukung penafsiran ini. Pada Surat Attin ayat 6 terdapat kata ‘illa’ yang artinya pengecualian. Sehingga pendapat ini ditolak oleh mayoritas mufasirin.
Mereka beralasan bahwa yang dikecualikan adalah orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Padahal Alladzina amanu wa amilus sholihati ini pun akan mengalami masa tua. Sehingga ‘illa’ tersebut tidak disfungsi. Penafsiran ini dapat diterima jika ‘illa’ diartikan ke makna majaz.
Tafsir kedua dari Asfala Safilin adalah neraka dan kepedihan. Karena konteksnya pengembalian manusia, maka penafsiran ini pun dipertanyakan, “apakah manusia pernah berada di neraka sebelumnya?”
Jawabannya jika tidak, maka mengapa dalam At-tin ayat 5 dikatakan “Kami kemabalikan manusia?”, padahal manusia belum pernah ke neraka. Namun penafsiran ini bisa diakomodir seandainaya kata ‘radadnaahu’ dimaknai dengan mengalihkan atau menjadikan.
Tafsir Asfala Safilin yang ketiga yaitu kondisi dan keadaan ketika ‘ruh Ilahi’ masih belum menyatu dengan manusia. Penafsiran ini bisa diterima jika kita tahu bagaimana ‘proses’ Allah menciptakan manusia.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa arti asfala safilin adalah tempat yang paling rendah atau terhina. Pengartian ini melalui pendekatan kebahasaan atau Nahwu-Shorof.
Sementara yang dimaksud dari asfala safilin adalah tempat, kondisi atau keadaan sebelumnya dari manusia. Terkait tafsir ini setidaknya ada tiga pendapat yang bisa dipertimbangkan. Wallahu a’lam bis shawab.