Idhafah Adnā Sabab (Penyandaran karena Keterkaitan Lemah)

Dalam pembahasan lanjutan terkait aturan idhafah terdapat kajian penyandaran dua kata yang melibatkan sebab. Penyandaran ini yang cukup menarik secara gramatik, yaitu idhafah li-adnā sabab atau sering disebut juga dengan istilah: al-idhafah li-adnā al-mulābasah (penyandaran karena keterkaitan terlemah).

Yuk kita bahas kajian idhafah jenis ini selengkapnya.

Apa itu Adnā Sabab?

Adnā sabab secara harfiah berarti sebab yang paling lemah atau paling kecil. Dalam konteks idhafah, maksudnya adalah:

Penyandaran suatu kata kepada kata lain karena adanya hubungan yang sangat lemah atau tidak langsung, namun cukup untuk secara makna menciptakan asosiasi.

Idhafah jenis ini tidak menunjukkan kepemilikan, bukan bagian dari bagian, dan bukan pula hubungan pelaku–objek, tapi semata karena ada keterkaitan dalam waktu, tempat, peristiwa, atau kebetulan saja.

Contoh Idhafah Adnā Sabab

Penyandaran jenis ini bukan karena kepemilikan, bukan karena bagian darinya, dan bukan karena hubungan fā‘il-maf‘ūl, melainkan karena ada hubungan yang sangat lemah saja (adnā sabab).

Contoh انتظرني مكانَكَ أمسِ (Tunggulah aku di tempatmu kemarin).

Contoh tersebut memiliki konteks ketika kamu berkata kepada seseorang yang kemarin sempat kamu temui di suatu tempat.

Dalam kalimat ini, kata “مكانَكَ” secara gramatikal adalah iḍāfah, karena “makān” adalah muḍāf dan “kāf” adalah muḍāf ilayh (dhamīr orang kedua).

Namun, tempat itu bukan milik orang tersebut, dan juga bukan tempat yang selalu ditempatinya, melainkan kamu menyandarkan tempat itu kepadanya hanya karena dia pernah berada di sana. Itulah yang disebut adnā sabab: sebab yang paling minimal untuk terjadinya iḍāfah.

Contoh 2: Dari Syair Arab

إذا كوكبُ الخرقاءِ لاحَ بسُحْرَةٍ … سُهَيْلٌ، أَذاعَتْ غَزْلَها في القَرائِبِ

Artinya kira-kira:

Tatkala bintang milik si kharqā’ (perempuan ceroboh) tampak di waktu sahur, maka Suhayl (nama bintang) menyebarkan benangnya ke kampung-kampung.

  • Kata كوكبُ الخرقاءِ (bintangnya si kharqā’) tidak menunjukkan bahwa wanita ini memiliki bintang.
  • Tapi mungkin si penyair ingin menyatakan bahwa si wanita berkaitan dengan bintang tertentu – mungkin ia selalu bangun ketika bintang itu muncul, atau pekerjaan malamnya selesai saat itu.
  • Penyandaran “bintang” kepadanya adalah karena keterkaitan waktu, bukan karena kepemilikan.
  • Inilah contoh idhāfah li-adnā sabab yang digunakan secara indah dalam syair.

Kesimpulan

  • Idhafah li-adnā sabab adalah penyandaran berdasarkan hubungan lemah seperti kehadiran sesaat, momen bersama, atau keterkaitan emosional.
  • Hubungan ini bukan kepemilikan, bukan bagian dari, dan bukan struktur fā‘il–maf‘ūl.
  • Contohnya banyak muncul dalam puisi, dialog, dan ekspresi naratif yang kaya makna.
  • Idhafah jenis ini menunjukkan keindahan dan fleksibilitas bahasa Arab dalam menyampaikan nuansa.