Hukum-Hukum Idhafah dalam Nahwu

Penjelasan hukum-hukum idhafah ini sebagai lanjutan dari pembahasan bab al-idhafah dalam konteks isim-isim yang majrur. Materi nahwu ini dapat memperdalam dan melengkapi pengetahuan pelajar ilmu bahasa arab.

Dalam pembelajaran tata bahasa Arab (naḥwu), konsep Idhafah menjadi salah satu fondasi penting dalam i’rab dan pembentukan makna. Kita telah mengenal bahwa Idhafah adalah hubungan antara muḍāf (kata pertama) dan muḍāf ilayh (kata kedua), yang membuat dua isim tampak seakan “melekat” satu sama lain secara gramatikal dan maknawi.

Namun Idhafah tidak berhenti hanya pada aturan dasar. Dalam praktiknya, para ahli nahwu merinci sejumlah hukum tambahan yang sangat kaya secara makna dan kontekstual, terutama ketika Idhafah digunakan dalam gaya bahasa sastra, al-Qur’an, dan syair-syair Arab klasik.

Dalam tulisan ini, kita akan menyinggung secara ringkas beberapa hukum penting terkait Idhafah. Setiap bagian akan dijelaskan lebih dalam di artikel terpisah sebagai bagian dari seri. Mari kita lihat sekilas satu per satu.

  1. Jenis Kelamin (Mudzakkar–Mu’annats) dalam Muḍāf

Kadang-kadang, muḍāf mengambil jenis kelamin dari muḍāf ilayh.

Contohnya, kata benda mudzakkar bisa diperlakukan sebagai mu’annats (perempuan) karena muḍāf ilayh-nya adalah kata mu’annats, dan sebaliknya. Namun hal ini tidak boleh dilakukan sembarangan — ada syarat-syarat tertentu terkait Mudzakkar dan Mu’annats pada Mudhaf seperti apakah muḍāf tersebut bisa dihilangkan tanpa mengubah makna kalimat.

Baca Juga: https://nahwu.id/idhafah-lamiyyah-bayaniyyah-zharfiyyah-dan-tasybihiyyah/

  1. Idhafah kepada Isim yang Bermakna Sama

Apa jadinya jika dua kata yang memiliki arti yang sama (muradif) digabungkan dalam Idhafah? Tentu hal ini tidak diperbolehkan.

Namun dalam beberapa kasus (jika sudah terjadi), struktur ini mesti ditakwil. Contoh ليثُ أسدِ yang kedua kata ini ittihad atau semakna. Lebih lengkapnya baca Idhafah Dua Kata yang Bermakna Sama di sini.

  1. Idhafah Lafazh ‘Ām ke Lafazh Khāṣ

Salah satu jenis Idhafah yang menarik perhatian para ahli nahwu adalah ketika lafazh umum (عامّ) disandarkan pada lafazh khusus (خاصّ). Penyandaran kata yang cakupan umum terhadap cakupan yang spesifik itu diperbolehkan. Penjelasan tentang peng-idhafah-an ‘am ke khos bisa dibaca dalam penjabaran tersebut.

  1. Idhafah Adnā Sabab atau Adnā Mulābasah

Dalam struktur Idhafah, terkadang hubungan antara muḍāf dan muḍāf ilayh tidak langsung, tapi melalui sebab atau keterkaitan yang paling dekat (أدنى سبب أو أدنى ملابسة). Hukum ini menimbulkan perdebatan menarik, terutama soal apakah muḍāf ilayh benar-benar “memiliki” muḍāf, atau sekadar berkaitan dengannya. Pemahaman idhafah adna sabab menjadi penting dalam menganalisis makna halus dalam teks Arab klasik.

  1. Pembuangan Muḍāf (حذف المضاف)

Dalam beberapa konstruksi, muḍāf bisa dihilangkan — baik karena maknanya sudah dipahami dari konteks, atau karena ingin menekankan muḍāf ilayh. Fenomena ini dikenal sebagai ḥadhf al-muḍāf, dan biasa digunakan dalam ayat-ayat Al-Qur’an atau syair Arab untuk alasan stilistika.

Baca Juga: https://nahwu.id/hukum-mudhaf-dalam-idhafah/

  1. Pembuangan Muḍāf Kedua dari Dua Idhafah

Lebih kompleks lagi, kadang ada dua Idhafah berturut-turut, dan muḍāf pada struktur kedua justru dihilangkan. Hal ini menciptakan bentuk kalimat yang unik tapi tetap jelas maknanya bagi penutur asli. Untuk penutur non-Arab, memahami ini memerlukan latihan dan pembiasaan dengan teks-teks klasik.

  1. Pembuangan Muḍāf Ilayh Awal

Yang terakhir, kita akan membahas tentang ḥadhf muḍāf ilayh pertama dalam rangkaian Idhafah, yang seringkali membuat struktur kalimat terlihat seperti satu tingkat, padahal secara makna terdapat hubungan bertingkat. Ini bisa terjadi karena penyederhanaan, penghematan, atau alasan retoris lainnya.


Mempelajari Idhafah secara mendalam membuka mata kita bahwa hubungan antarkata dalam bahasa Arab bukan hanya soal kepemilikan, tapi juga soal gaya bahasa, makna yang tersirat, bahkan alur logika berpikir dalam struktur kalimat.

Dengan memahami hukum-hukum tambahan ini, kita bisa mengapresiasi keindahan bahasa Arab dengan lebih jernih, dan membaca teks klasik maupun al-Qur’an dengan ketajaman gramatikal yang lebih tinggi.

Setiap bagian dari topik ini akan kita bahas secara rinci di artikel lanjutan. Mari lanjutkan perjalanan kita dalam menjelajahi seluk-beluk Idhafah!