Istisna: Pengertian, Penjelasan, Pembagian dan Contohnya

Dalam KBBI, kata ‘kecuali’ diartikan sebagai tidak termasuk; yang selain dari; yang lain daripada. Istilah ini mirip dengan istisna’ dalam Bahasa Arab.

Dalam gramtika Arab, khususnya kajian tashrif, lafadz اِسْتِثْنَاء Istinaa’ mengikuti wazan اِسْتِفْعَالٌ merupakan bentuk mashdar dari madhi اسْتَثْنَى istastnaa. Sementara istina’ sendiri berasal dari fiil tsulasi mujarad ثَنَى (tsanaa) yang memiliki arti membelokkan, memalingkan, mengecualikan.

Jika dalam Bahasa Indonesia, manakala ingin mengecualikan sesuatu maka cukup diberi kata ‘kecuali’ saja. Seperti contoh Saya berangakat sekolah selama seminggu kecuali 2 hari. Sesimpel itu.

Namun lain cerita jika hendak menerapkannya dalam Bahasa Arab, tidak cukup hanya menambahkan illa إِلَّا (yang artinya kecuali) saja dan urusan selesai. Masih ada hal-hal terkait yang terdampak dengan hadirnya istisna’ tersebut, seperti cara baca (i’rob) kalimat setelahnya, hubungan kalimat setelah dan sebelum istisna’ dlsb.

Semua itu berbicara tentang istisna’/pengecualian. Namun, kajian pengecualian dalam Bahasa Arab cc Ilmu Nahwu, memiliki beberapa pembahasan yang sangat luas nan penting. Disebut luas karena banyak aspek yang terkait secara lafazh dan makna. Dikatakan penting karena jika istisna’ itu terdapat dalam sumber-sumber hukum seperti al Quran dan Hadits akan memiliki dampak hukum.

Sebelum masuk lebih dalam menuju kajian istisna, perlu terlebih dahulu memahami istilah-istilah yang terkait dalam bab ini. Berikut penjelasannya secara sederhana.

Istilah-istilah dalam Istisna

Daftar istilah istisna’ ini dijelaskan secara singkat. Untuk lebih lengkap dan jelasnya bisa dipahami dari penerapan istilah pada babnya masing-masing. Berikut daftar istilahnya:

  • Istina’ artinya pengecualian
  • Adawat istisna’ adalah alat/media untuk mengecualikan
  • Mustasna adalah yang dikecualikan
  • Mustasna minhu adalah sumber dari yang dikecualikan
  • Istisna’ muttashil adalah Istina’ yang mustasna-nya merupakan jinis(bagian) dari mustasna minhu. Atau disebut tahqiq.
  • Istisna’ munqathi’ adalah istisna’ mustasna-nya bukan bagian dari mustasna minhu. Atau disebut taqdir.
  • Kalam tam adalah susunan istisna yang menyebutkan atau terdapat mustasna minhu; antonim/lawan kalam naqish atau mufarraqh
  • Kalam tam mujab adalah kalam tam yang bermuatan postif(tidak terdapat negasi/penafian)
  • Kalam tam manfi adalah kalam tam yang memiliki muatan negatif/negasi (terdapat penafian)
  • Kalam naqish adalah kebalikan kalam tam
  • Mufarraqh (المفرغ ) adalah sinonim dari kalam naqish. Bisa juga disebut matruk(متروك) atau makhduf(محذوف)
  • Manshub adalah dibaca nashob
  • Badal adalah posisi yang menggantikan, baik secara isi maupun i’rob.

Pengertian Istisna

Seperti disinggung sebelumnya, bahwa arti istisna’ الاستثناء dalam bahasa arab adalah pengecualian. Sementara yang dimaksud Istina’ dalam ilmu nahwu memiliki banyak definisi, beberapa diantaranya adalah:

الإخْرَاجُ بِإلَّا أوْ إحْدَى أَخَوَاتِهَا مَا لَوْلَاهُ لَدَخَلَ فِي الكَلَامِ السَّابِقِ

Istina adalah pengecualian terhadap sesuatu, menggunakan illa atau saudaranya, yang andai tidak dikecualikan maka sesuatu itu masuk dalam (hukum) kalam sebelumnya. Atau definis istisna’ adalah:

إخْرَاجُ مَا بَعْدَ إِلَّا( أَوْ إِحْدَى أَخَوَاتِهَا مِنْ أَدَوَاتِ الْاِسْتِثْنَاءِ) مِنْ حُكْمِ مَا قَبْلَهُ

Istina’ adalah mengeluarkan lafadz setelah illa إِلَّا atau saudaranya dari hukumnya lafadz sebelum illa. Dengan bahasa singkat Istisna’ bisa didefinisikan sebagai pengecualian mustasa dari mustasna minhu menggunakan alat pengecuali.

Contoh istisna’ adalah جاءَ القومُ إلاّ خالداً artinya Kaum telah datang kecuali Zaid. Dari contoh ini dapat diperinci sebagai berikut:

  • Jaa جاءَ artinya berdiri. جاءَ القومُ Berarti ada nisbat/hukum berdiri
  • Kaum القومُ  itu mustasna minhu/sumber dari yang dikecualikan/lafadz sebelum illa
  • Illa إلاّ  adalah adat/media pengecuali/ (perangkat/alat)
  • Khalid خالداً disebut mustasna/yang dikecualikan (lafadz setelah illa)

Dari pengertian istisna’ dan contoh di atas dapat dinarasikan sebagai berikut:

Ketika diucapakan جاءَ القومُ “kaum telah datang”, maka muncul dugaan semua orang yang masuk dalam kategori kaum ini datang. Kata ‘kaum’ ini maknanya umum, jadi di dalamnya banyak orang dengan berbagai nama termasuk yang bernama Khalid.

Kemudian ucapan “kaum telah datang” itu diteruskan dengan إلاّ خالداً “kecuali Khalid”. Lafadz terakhir ini berarti mengecualikan khalid dari hukum yang berupa datang. Artinya khalid tidak datang. Hukum datang tidak dilekatkan(dikecualikan) dari si Khalid. Inilah prinsip istisna’ atau disebut istisna’ haqiqat.

Dari uraian ini sehingga ada yang menyebut bahwa faidah/fungsi istisna’ adalah tahsis(khusus). Istisna’ artinya pentahsisan dari keumuman sifat(hukum) dengan perantara adat(alat) istisna’. Kajian ini terdapat juga dalam Ushul Fikih (bab Amm-Khash), Mantiq dlsb.

Istina’ jika dalam kajian Fikih (biasanya bab hutang) dan Matematika (ilmu Hisab) biasanya menggunakan makna pengurangan. Makna inipun tidak keluar dari istisna’ secara hakiki.

Jadi, secara logika dapat dinyatakan sebagai sesuatu itu bisa dikecualikan/dikurangi tentu berasal dari sumber yang sejenis dan memiliki kuantitas(jumlah) yang lebih besar. Inilah logikanya. Namun tidak selalu demikian dalam ‘keindahan’ bahasa.

Pembagian Istisna

Maksud dari pembagian ini berdasarkan mustasna-nya. tepatnya hubungan antara mustasna dengan mustasna minhu. Karena istisna’ dapat dibagi menjadi banyak pembagian tergantung wajh/aspek yang dijadikan pijakan pembagian.

Korelasi antara mustasna dengan mustasna minhu menjadikan istisna’ tebagi menjadi 2, yaitu: muttashil dan munqathi’. Dan pembagian dari aspek ini yang sering dijumpai dalam Kitab Nahwu.

Istisna’ muttashil (الْاِسْتِثْنَاء المُتَّصلٌ) adalah kalam istisna’ yang mana mustananya merupakan bagian dari golongan/jinis(جنس) dari mustasna minhu. Contoh: جاءَ التلاميذُ إلاّ عليّاً Semua murid datang kecuali Ali.

Ali adalah mustasna. Dan murid adalah mustana minhu. Jika Ali adalah bagian dari jinis-nya murid maka disebut muttashil. Untuk memahami ini kamu harus paham dulu apa itu Jins(genus).

Dan seandainya Ali bukan bagian jins murid, maka tidak bisa dikatakan muttashil alias menjadi istisna’ munqathi’. Tapi umumnya contoh ini digunakan untuk contoh istisna’ muttasil karena beranggapan bahwa Ali merupakan jins dari murid.

Istisna’ munqathi’ (الْاِسْتِثْنَاء المنقطعُ) adalah kalam istina’ yang mustasnanya bukan jins dari mustasna minhu. Contoh قَامَ القَوْمُ إلَّا حِمَاراً artinya Kaum berdiri kecuali keledai.

Keledai dalam contoh itu bukan jins-nya Kaum, sehingga disebut munqathi’. Lalu apa gunanya ‘dikecualikan’ jika bukan bagiannya? Di sini Pakar bahasa berpendapat bahwa faidah munqathi’ adalah istidrak. Artinya memberi keterangan lanjutan akan dugaan bahwa: biasanya kaum itu datang bersamaan khimarnya. Dengan hadirnya istina’ maka dugaan itu tereliminasi.

Jadi, bisa disimpulkan bahwa pembagian ini sejatinya dari aspek hubungan antara mustasna-mustana minhu. Sehingga istilah istisna’ muttashil itu sama dengan mustana muttashil sementara istina’ munqathi’ bisa disebut mustasna munqathi’.

Kesimpulan selanjutnya adalah penamaan muttasil atau munqathi ini tergantung dari penilaian tehadap jins(جنس). Jika bagian, maka muttashil dan sebaliknya. Contoh perbedaan penilaian ini terdapat dalam al Quran, misalnya ayat:

فَسَجَدَ الْمَلَائِكَةُ كُلُّهُمْ أَجْمَعُونَ إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَىٰ أَنْ يَكُونَ مَعَ السَّاجِدِينَ

Arti Surat al Hijr ayat 30-31 adalah Maka bersujudlah para malaikat itu semuanya bersama-sama, kecuali iblis. Ia enggan ikut besama-sama (malaikat) yang sujud itu. Dan ayat-ayat yang senada dengan ini sepert dalam Surah Thaha ayat 116, al-Baqarah ayat 34 dlsb.

Dari ayat itu, jika muttahil maka Iblis adalah golongan dari malaikat. Disebut munfashil berarti Iblis bukan jinisnya malaikat. Di sini Mufassir terjadi silang pendapat. Kamu bisa lacak contoh ini dari bingkai tafsir al Quran karena banyak keterangan-keterangan menarik di dalamnya.

Adawat Istisna

Dari pengertian istina’ di atas ada istilah Adawat istisna (أَدَوَاتُ الْاِسْتِثْنَاءِ). Adwat itu bentuk plural dari adat (الأداة) yang artinya alat atau perkakas. Jadi adawatul istisna’ adalah alat-alat pengecuali.

Alat pengecuali ini bisa beragam jumlahnya, namun umumnya ada 8. Tetapi ada juga yang menyebutnya lebih dari delapan. Ke-8 adawat istina’ itu adalah:

  1. إِلاَّ
  2. غَيْرُ
  3. سِوًى
  4. سُوًى
  5. سَواءٌ
  6. خَلَا
  7. عَدَا
  8. حَاشَا

Ada juga yang menambahi dengan لَيْسَ dan لاَ يْكُوْنُ. Pada prinsipnya semua adawat itu secara makna memiliki muatan arti mengecualikan.

Dari adawat istina’ itu dapat dibagi lagi dari aspek kalimat menjadi 3, yaitu:

  1. Kalimat huruf adalah إِلاَّ
  2. Kalimat isim غَيْرُ سِوًى سُوًى سَواءٌ
  3. Kalimat Fi’il لَيْسَ dan لاَ يْكُوْنُ
  4. Bisa Fi’il juga bisa huruf jar adalah خَلَا عَدَا حَاشَا

Kejelasan status kalimat dari poin terakhir ini bisa diketahui dari struktur rangkaian kalimatnya. Terkait itu, Kamu bisa juga cek pada huruf-huruf jar dalam situs ini.

Jadi, kurang tepat jika disebut huruf-huruf istisna’. Karena pada praktiknya hanya beberapa saja yang merupakan kalimat huruf. Sehingga istilah yang pas adalah tetap adawatul istisna’.

Contoh Istisna

Dalam pencotohan istisna’ ini dapat beragam. Contoh-contoh di atas adalah beberapa contoh istisna’ menggunakan illa, seperti:

جاءَ القومُ إلاّ خالداً

جاءَ التلاميذُ إلاّ عليّاً

قَامَ القَوْمُ إلَّا حِمَاراً

Sementara contoh istisna dalam al Quran yang menggunakan illa beberapa diantaranya seperti:

إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا

قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا

Dan masih banyak lagi contoh-contoh istisna’ baik dalam bahasa Arab maupun dalam al Qur’an.

I’rob Istisna

Dalam segi i’rob, istisna’ dapat dikategorikan berdasarkan: alat istisna, muttashil-munqathi’ dan bentuk kalamnya. Jika menggunakan illa (istisna’ bi illa) maka i’robnya mustasna sbb:

Wajib Nashab(manshub) Jika dari kalam tam mujab, contoh: جاءَ القومُ إلاّ عليّاً

Boleh Nashab, boleh badal Jika kalamnya tam manfi, contoh: مَا قَامَ القَوْمُ إلَّا زَيْداً (nasab dengan illa) dan مَا قَامَ القَوْمُ إلَّا زَيْدٌ (rafa’ karena badal dari al Qaumu berdasarkan irob tabi’)

Ikut ‘amil-nya jika kalam naqish, contoh: مَا ضَرَبْتُ إلَّا زَيْدًا artinya saya tidak memukul kecuali terhadap Zaid (dibaca nashab karena tuntutan amilnya mengharuskan menjadi maf’ul bih)

Demikian sekelumit penjelasan dasar dari istisna’. Masih banyak lagi hal-hal yang belum tercover dari uraian ini. Ke depan akan kami terus update kajian mustasna ini seperti apa itu manfi/nafi, syibhul manfi, irob mustasna selain dengan illa dlsb. Semoga ada manfaat.