Badal dalam Nahwu menjadi salah satu kajian yang menantang. Setelah sebelumnya dijelaskan secara garis besar tentang apa itu badal, pembagian dan contohnya, selanjutnya kita akan bahas hal yang lebih detil, yaitu terkait badal dalam kondisi tertentu.
Jika suatu isim dijadikan badal dari isim istifham (kata tanya) atau isim syarat (kata syarat), maka wajib menyertakan hamzah istifham (أ) atau “إن” syartiyah pada badalnya.
Contoh Badal dari Isim Istifham
Dalam contoh berikut, badal wajib disertai dengan hamzah istifham (أ) karena mubdal minhu adalah kata tanya:
- كم مالُكَ؟ أعشرونَ أم ثلاثون؟
(Berapa hartamu? Dua puluh atau tiga puluh?)- أعشرونَ adalah badal dari كم dengan hamzah istifham.
- من جاءَك؟ أعليٌّ أم خالد؟
(Siapa yang datang kepadamu? Ali atau Khalid?)- أعليٌّ adalah badal dari من.
- ما صنعتَ؟ أخيراً أم شرًّا؟
(Apa yang telah kau lakukan? Kebaikan atau keburukan?)- أخيراً adalah badal dari ما.
Contoh Badal dari Isim Syarat
Dalam contoh berikut, badal wajib disertai dengan “إن” syartiyah karena mubdal minhu adalah kata syarat:
- من يجتهدْ، إن عليٌّ، وإن خالدٌ، فأكرمهُ.
(Siapa yang bersungguh-sungguh, baik Ali maupun Khalid, maka muliakanlah dia.)- إن عليٌّ adalah badal dari من.
- ما تصنعْ، إنْ خيراً، وإنْ شرًّا، تُجزَ بهِ.
(Apa pun yang kamu lakukan, baik itu kebaikan maupun keburukan, kamu akan dibalas karenanya.)- إن خيراً adalah badal dari ما.
- حيثما تنتظرني، إنْ في المدرسة، وإنْ في الدَّار أُوافِك.
(Di mana pun kamu menungguku, baik di sekolah maupun di rumah, aku akan menemuimu.)- إن في المدرسة adalah badal dari حيثما.
Dengan demikian, kaidah ini memastikan bahwa dalam badal dari isim istifham atau isim syarat, harus ada penanda istifham atau syarat pada badalnya, agar makna tetap jelas dan sesuai dengan struktur bahasa Arab yang fasih.