Naat jumlah merupakan bagian dari bab naat dan manut dilihat dari aspek mufrad-murakkabnya. Sebagaimana diketahuai, dari aspek ini, naat terbagi menjadi tiga:
- Naat Mufrad
- Naat Jumlah
- Naat Syibhul Jumlah
Pengertian mufrad di sini berbeda dengan isim mufrad pada umumnya. Untuk lebih lengkap dan detilnya, berikut penjelasannya.
Naat Mufrad
النَّعْتُ المُفْرَدُ adalah na’at yang bukan berupa jumlah atau syibhul jumlah. Jadi, meskipun naat berupa isim tasniah atau jamak dikategorikan sebagai na’at mufrad.
- Contoh na’at mufrad dari isim mufrad جاءَ الرجلُ العاقلُ artinya Seorang lelaki yang berakal telah datang.
- Contoh naat mufrad dari isim tasniyah جاءَ الرَجُلانِ العاقلانِ artinya Dua lelaki yang berakal telah datang.
- Contoh naat mufrad dari jamak taksir جاءَ الرِجَالُ العُقلاءُ artinya Beberapa lelaki yang berakal telah datang
Naat Jumlah
النّعتُ الجملةُ adalah na’at yang berbentuk jumlah, baik jumlah ismiyah maupun jumlah fi’liyyah. Jumlah adalah susunan musnad dan musnad ilaih.
جاءَ رجلٌ يَحْمِلُ كتاباً
artinya Lelaki yang membawa kitab itu telah datang. Ini merupakan contoh jumlah fi’liyah yang menjadi na’at.
جاءَ رجلٌ أبُوْهُ كَرِيْمٌ
artinya Lelaki yang bapaknya terhormat itu telah datang. Na’at di sini berbentuk jumlah ismiyah.
Naat Syibhul Jumlah
النعتُ الشبيهُ بالجملة adalah zharaf atau jar majrur yang menempati kedudukan na’at. Asal na’atnya ini berupa muta’allaq-nya zharaf dan majrur yang dibuang. Karena setiap zharaf dan jar majrur mempunyai ta’alluq (hubungan) dengan fi’il atau sejenisnya.
Contoh zharaf sebagai na’at فِي الدَّارِ رَجُلٌ أمَامَ الكُرسيّ artinya di dalam rumah terdapat lelaki yang (berada) di depan kursi. Asalnya في الدار رجل كائن، أو موجود، أمام الكرسي
Contoh jar majrur berkedudukan na’at رأيتُ رجلاً على حِصَانِهِ artinya Saya melihat lelaki yang (berada) di atas kudanya. Asalnya رأيت رجلاً كائناً، أو موجوداً، على حصانه
Syarat Naat Jumlah
Naat yang berupa jumlah memiliki 3 syarat, yaitu:
- Man’utnya harus berupa isim nakiroh. Apabila man’ut dari isim ma’rifat, maka jumlah tersebut ditarkib/berkedudukan sebagai hal. Contoh جاءَ عليٌّ يَحْمِلُ كتاباً artinya Ali datang dengan membawa kitab.
Pada contoh ini, jumlah يَحْمِلُ berada setelah lafadz عليٌّ yang merupakan isim ma’rifat (‘alam/nama orang). Dengan demikian, yahmilu diposisikan sebagai jumlah hal bukan na’at. Ini lah salah satu perbedaan naat jumlah dengan hal jumlah.
Namun demikian, jika kema’rifatannya tidak kuat atau berupa ma’rifat lafzhan, seperti isim nakiroh ditambah al jinsiyah(ألْ الجِنْسِيّةِ), maka jumlah setelahnya boleh 2 wajah; sebagai na’at atau hal. Contoh لا تُخالطِ الرجلَ يَعملُ عملَ السُّفهاءِ artinya Janganlah bergaul dengan lelaki yang bertindak bodoh.
Contoh jumlah fi’liyyah يَعملُ ditarkib menjadi na’at karena memperhitungkan makna الرجلَ yang masih dianggap umum meskipun bersamaan al (berbeda dengan Ali pada contoh sebelumnya). Jumlah tersebut juga bisa sebagai hal, karena memandang fakta lafazh yang memang dimasuki al ta’rif.
- Jumlah harus berupa jumlah khobariyyah, bukan tholabiyah. Maka tidak boleh menjadikan jumlah tholabiyah sebagai na’at, contoh جاءَ رجل أكْرِمْهُ
- Jumlah harus mengandung dhomir yang memiliki hubungan dengan man’ut, baik dhomirnya disebutkan (muttasil atau mustatir) atau isim dhomirnya dikira-kirakan.
Contoh dhomir disebutkan جاءَني رجلٌ يَحملُهُ غلامُهُ artinya lelaki yang menggendong anaknya telah mendatangiku. Dhomir muttasil ha’(هُ) berkaitan dengan man’ut رجلٌ dengan mengembalikan kepadanya.
Contoh dhomir mustatir جاءَ رجلٌ يحملُ عَصاً artinya lelaki yang membawa tongkat telah datang. Dhomirnya tersimpan dalam fi’il mudhori’.
Contoh dhomir muqaddar dalam al Qur’an Surat al Baqarah ayat 48 dan 123
وَاتَّقُوا يَوْمًا لَا تَجْزِي نَفْسٌ عَنْ نَفْسٍ شَيْئًا
Artinya: Dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun,… Pada contoh na’at jumlah ini dhomirnya ditakdirkan dengan لَا تَجْزِي فَيهِ.