Huruf لَوْ: Pengertian, Makna dan Contohnya

Lafadz لَوْ adalah salah satu jenis kalimah huruf yang cukup banyak digunakan dalam Quran. Selain dalam Kitab Suci, penggunaan huruf lau atau law (dan اِنْ) juga mudah didapati dalam kitab-kitab fiqih, terutama kitab syarah fiqih yang biasanya kajiannya panjang dan luas.

Mengapa demikian? Hal ini disebabkan fungsi utama huruf lau sebagai huruf syarat dan pengandaian. Fiqih sendiri berisi aturan dan hukum, dimana tentu akrab dengan term “seandainya…, maka” dan “jika…, maka”.

Mengingat pentingnya huruf لَوْ maka perlu mengkajinya lebih mendalam. Tujuannya agar memahami pengaplikasian dan makna yang timbul dari huruf lau dari kalam Arab.

Pengertian Huruf لَوْ Lau

Law, لَوْ adalah huruf yang umumnya memiliki makna syarat. Disebut umum, karena memang banyak dijumpai dengan fungsi syarthiyyah. Meskipun ada jenis-jenis makna yang lainnya.

Jika berlaku syarat, maka arti law adalah seandainya, jika, kalau atau apabila. Contoh لو syarath ini seperti Lau anzalna hadzal quran:

لَوْ أَنْزَلْنَا هَٰذَا الْقُرْآنَ عَلَىٰ جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ

Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. (Qs. al Hasyr 59: 21)

Karena Lau adalah kalimah huruf, maka hukumnya mabni. Meskipun huruf syarat, لو ini tidak memiliki dampak dalam i’rob. Penjelasannya ada di bawah.

Pembagian dan Makna لَوْ

Nuhat (pakar Nahwu), berbeda pendapat dalam pembagian Lau ini. Ada yang berpendapat terbagi menjadi dua, ada empat dan ada yang enam. Perbedaan ini hanya sebatas kuantitas saja. Secara isi atau makna, (berapapun jumlah pembagian lau) semuanya sudah tercakup di dalam jumlah tersebut.

Pembagian لَوْ ini berkorelasi dengan fungsi dan maknanya, yaitu:

  1. Huruf syarat ghairu jazim
  2. Makna taqlil
  3. Huruf mashdariyyah
  4. Huruf ‘irdh
  5. Huruf tamanni

Huruf Syarat

Sabagai huruf syarat, لَوْ tidak menjazemkan fiil setelahnya sebagaiman huruf-huruf syarat lainnya. Sehingga ia disebut حرف شرط غير جازم, harfu syarthin ghairu jazim.

Untuk makna atau faidahnya ada dua:

اِمْتِنَاع لاِمْتِنَاع

لِمَا كَانَ سَيَقَعُ لِوُقُوعِ غَيْرِه

Maksud dari huruf lau imtina’ adalah tercegahnya jawab karena tercegahnya syarat. Contohnya:

لَوْ قَامَ زَيْدٌ لَقُمْتُ

“Seandainya Zaid berdiri, maka Aku pun berdiri”. Kenyataanya, aku tidak berdiri (karena sebagai dampak) Zaid tidak berdiri. Jadi lafadz tersebut diucapkan setelah peristiwa tidak adanya berdiri dari keduanya. Contoh dalam al Qur’an:

وَلَوْ عَلِمَ اللَّهُ فِيهِمْ خَيْرًا لَأَسْمَعَهُمْ

Kalau sekiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar (Qs. al Anfal 8: 23). Faktanya mereka (munafikin) tidak mendengar (karena) Allah tidak mendapati kebaikan mereka.

لَوْ jenis ini juga disebut huruf imtina’iyyah; imtina’ul jawab limtina’is syarath. لَوْ syarat yang kedua menggunakan makna huruf syarath إِنْ. Artinya menggantungkan terjadinya jawab kepada wujudnya syarat. Contohnya sama dengan di atas, tapi waktu pengucapannya yang berbeda. Masih bingung?

Kedua lau ini memang sedikit membingungkan, karena memang keduanya sama-sama syarat. Dan ciri syarat adalah menggantungkan sesuatu atas wujud/terjadinya sesuatu yang lain.

Titik tekan perbedaan kedua law syartiyah tersebut ada pada waktu pengucapan. Jika diucapkan setelah peristiwa (untuk waktu lampau), maka law bermakna imtina’iyyah. Sebaliknya, jika belum terjadi maka berfungsi syarat yang mustaqbal (makna in)

Makna Taqlil

Taqil artinya sedikit, artinya lafadz setelah lau ini menunjukkan jumlah yang dianggap sedikit. Harf Lau yang menggunakan makna taqlil ini contohnya dalam Hadits:

رُدُّوا السَّائِلَ ‌وَلَو ‌بِظِلْفٍ ‌مُحْرَقٍ

Ruddus sa’ila (dalam riwayat lain, Tashaddaqu) walau bi zhilfim muhraq artinya Berilah peminta (Sedekahlah) meskipun/walau dengan kuku binatang yang dibakar.

Law ini juga disebut Ghayyah atau puncak, tetapi puncak yang bawah/batas bawah (minimal). Sehingga لو memiliki makna meskipun, walaupun, setidaknya dlsb.

Huruf Mashdariyyah

Hurufلَوْ  masdariyah adalah huruf lau yang berlaku sebagaimana huruf masdhar an (اَنْ). Meskipun sama-sama sebagai huruf mashdar, ada perbedaan antara lau dan an yaitu huruf لَوْ tidak bisa menashabkan fi’il mudhari’.

Selain itu, لَوْ masdar ini biasanya jatuh setelah وَدَّ dan fiil mudhori adalah يَوَدُّ, Wadda yawaddu artinya menginginkan, menyukai, sayang. Contoh dalam Quran:

وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا

Qs. Albaqarah ayat 129, artinya: Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman. Lafadz لَوْ يَرُدُّونَكُمْ ditakwil menjadi masdar رَدُّكُمْ.

يَوَدُّ الْمُجْرِمُ لَوْ يَفْتَدِي مِنْ عَذَابِ يَوْمِئِذٍ بِبَنِيهِ

Qs. al Ma’arij ayat 11 artinya: Orang kafir ingin kalau sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari azab hari itu dengan anak-anaknya. لَوْ يَفْتَدِي ditakwil menjadi اِفْتِدَاء

Sebagai catatan: Jumhur Nuhat tidak menetapkan لَوْ sebagai masdariyah. Sementara pakar Nahwu yang menyebutnya sebagai masdariyah adalah Imam Farro’, Abu ‘Ali dan pengikut keduanya.

Huruf ‘Irdh

Irdh/iridh عِرْض artinya permohonan/permintaan dengan halus atau dengan sindiran. Law Lil ‘irdh adalah huruf lau yang memiliki makna permintaan kepada lawan bicara dengan cara yang halus, contoh:

لَوْ تَنْزِلْ عِنْدَنَا فَتُصِيبَ خَيْرًا

Lau tanzil indana, fatushiba khairan artinya: Kiranya, kamu berkenan singgah di tempat kami, niscaya engkau akan memperoleh kebaikan.

Huruf Tamanni

Tamanni adalah berharap sesuatu yang mustahil atau sulit terwujud. Lau tamanni ini artinya huruf لَوْ yang berlaku seperti لَيْتَ (Laita). Contoh:

فَلَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَتَكُوْنَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

“Maka sekiranya kami dapat kembali lagi (kedunia) niscaya kami menjadi orang yang beriman”.