Dalam buku pelajaran ilmu Nahwu, pembahasan i’rob hampir selalu bersamaan dengan pembahasan Bina’. Kedua pembahasan ini sering kali dikategorikan dalam satu bab. Dalam kitab Matan Jurumiyah ia masuk dalam bab al I’rab. Begitu juga dalam Nazham Imriti. Sementara dalam Nadzom Alfiyah dicantumkan dalam bab mu’rob mabni المعرب والمبني.
Ragam pemberian nama bab dalam kajian ini tidak mengurangi pentingnya i’rob dalam kajian ilmu Nahwu. Saking pentingnya, mereka menempatkan pembahasan ini pada awal bab setelah kajian al Kalam. Bahkan semestinya pembahasan i’rob ini lah yang seharusnya diletakan pada awal pelajaran. Begitu pendapat sebagian Nuhat ( Ahli Nahwu).
Bagaiman tidak? Pembahasan i’rob yang berkaitan dengan Murob dan Mabni itu menjadi inti utama kajian ilmu Nahwu. Mengingat sasaran ilmu Nahwu yang adalah akhir Kalimah dari aspek I’rob dan Bina’-nya. Itulah alasan ulama yang memilih mendahulukan bab i’rob daripada bab Kalam (sebagai catatan, Istilah Kalimah adalah bahasa Arab ke bahasa Indonesia nya seperti “kata”. Bukan kalimat).
Istilah Al I’rob dan Ilmu Nahwu
Penjelasan di atas mungkin masih terasa membingungkan. Memang ada beberapa penyebutan istilah yang terkadang tumpang tindih, seperti al irob. Jika irob dihubungkan dengan bidang ilmu, maka irob di situ bermakna ilmu Nahwu. Sebelum dikenal sebagai ilmu Nahwu, ilmu ini disebut ilmu irob. Istilah ini dalam kitab Balaghah bab majaz biasa disebut إطلاق البعض وإرادة الكل atau إطلاق اسم الكل على الجزء “menyebutkan (nama) bagian tapi yang dikehendaki keseluruhan”.
Akan tetapi ketika irob dikaitkan dengan isi kajian atau materi pembelajaran grammar arab, maka ia berhubungan dengan dampak perubahan pada akhir Kalimah, sebagaimana fokus bahasan kita yang akan kita bahas dalam tulisan ini.
Pengertian I’rab
Definisi i’rob adalah perubahan yang terjadi pada akhir kalimah (kata) akibat dari hadirnya ‘amil yang masuk pada kalimah tersebut. Bentuk perubahan dapat berbeda-beda tergantung jenis amil yang melekat padanya. Maksudnya jika ‘amil-nya rofa’ maka akhir kalimah itu dituntut berubah menjadi rofa’ dengan ditandai ‘alamat rafa’. Begitu juga amil Nashob, Jer dan Jazm.
Adakalanya bentuk perubahan pada i’rob itu tampak dan adakalanya tidak tampak. Dalam istilah Nahwu-nya perubahannya secara lafzhon (tampak) dan taqdiron (tidak tampak). Jelasnya, suatu kalimah itu terjadi perubahan lafzhon, jika perubahan tersebut nyata terdengar (jika dibaca) dan terlihat dalam tulisan.
Pengertian Mu’rob

Setidaknya terdapat 2 definisi utama dari mu’rob, yaitu :
- Mu’rob adalah Kalimah yang dapat berubah akhirnya disebabkan pengaruh amil yang memasukinya.
- Mu’rob yaitu Kalimah yang selamat dari keserupaan dengan kalimah Huruf.
Jika Amil adalah elemen penuntun perubahan, maka i’rob adalah dampak perubahan (atsar) yang ditimbulkan amil sementara mu’rob adalah tempat/wadah (Kalimah) yang menanggung dampak amil. Karena irob itu hanya berada pada huruf akhir saja dari sebuah Kalimah.
Dengan redaksi yang sederhana, murob artinya sebagai Kalimah yang menerima irob. Sementara Mabni adalah kalimah yang tidak dapat menerima irob.
Sebagai ilustrasi : jika ada baju kemudian terkena air, maka bekas air (basah-basah) di baju namanya i’rob. Bajunya disebut murob. Sementara airnya disebut ‘amil. Singkatnya irob itu selalu menempel pada kalimah-kalimah yang murob.
Mudah, bukan? Jadi jika kamu ditanya; apa perbedaan antara i’rob dan mu’rob? Kamu sudah bisa jawab, kan?
Penjelasan Irob, Murob Berikut Contohnya
Sebelum suatu lafadz itu terkena i’rob, lafadz diperlakukan sebagai mauquf. Artinya huruf terakhirnya tidak memiliki tanda atau tidak dibaca secara khusus. Seperti contoh زَيْد . Perhatikan huruf dal pada lafadz tersebut. Ketika berdiri sendiri dan tidak terangkai dengan kalimah lain, ia tidak menyandang harakat sama sekali.
Baru kemudian datang lafadz lain yang melekat padanya. Ketika yang melekat semisal kalimah جَاءَ maka زَيْد menjadi ter-irob-i. Sehingga jadilah rangkaian tersebut dibaca جَاءَ زَيْدٌ .Huruf dal-nya berharokat. Itulah yang disebut i’rob dengan perubahan lafdzon. Karena dampak perubahannya tampak dalam tulisan (ber-harakat) dan terdengar ketika dibaca (Zaidun).
Dalam contoh di atas dapat diperinci sebagai berikut:
زَيْد merupakan contoh irob rofa. ia adalah Kalimah Isim statusnya Murob karena dapat menerima Irob (berupa isim mufrod). Disebut Juga i’rob lafzhon karena bentuk perubahanya tampak. Ia juga sebagai ma’mul (yang menerima amal). Artinya زَيْد menerima pengaruh dari amil yang pada contoh ini lafaz جَاءَ lah ‘amil-nya (yang menuntut perubahan).
Contoh | Posisi | Huruf dal dari زَيْد | I’rob |
زَيْد | Berdiri sendiri | Huruf dal tanpa harakat | mauquf (tanpa irob) |
جَاءَ زَيْدٌ | Bersambung dengan جَاءَ | Huruf dal dibaca dlommah | Irob rofa’ |
رَأَيْتُ زَيْدًا | Bersambung dengan رَأَيْتُ | Huruf dal dibaca Fathah | Irob Nashob |
مَرَرْتُ بِزَيْدٍ | Bersambung dengan بِ | Huruf dal dibaca Kasroh | Irob Jer / Khofdh |
Perubahan pada huruf dal dari زَيْد dari dlommah atau fathah atau kasroh itulah namanya irob. Sementara lafadz زَيْد itu namanya murob. sementara pada kolom posisi yang berisi جَاءَ, رَأَيْتُ, بِ itu dinamakan amil.
Lalu bagaimana dengan irob taqdiriy? Dan seperti apa Bina dan Mabni?
Jadi, ikuti terus blog Nahwu.id ini, situs Kajian ilmu Nahwu Shorof lengkap.