Contoh Mubtada dan Khabar dalam Al Fatihah

Umumnya, contoh mubtada dan khabar dalam buku nahwu adalah Zaidun qaimun. Karena contoh itu adalah contoh yang paling legend. Dari zaman dulu sampai generasi xyz sekarang ini.

Meskipun contoh itu sudah sempurna, namun para santri dan pelajar akan menemui kesulitan ketika berhadapan dengan bahasa Arab yang sesungguhnya. Apalagi mempraktekan dalam al-Quran.

Dalam al Fatihah misalnya. Kita dapat mengkajinya melalui nahwu shorof surat al fatihah. Selain mendapatkan pahala, tentu kita semakin kenal dan dekat dengan bahasa-bahasa al Quran.

surat al Fatihah arabic text

Nah, pada kesempatan ini materi contoh mubtada dan khabar akan kita fokuskan terhadap Ummul kitab; al Fatihah. Semoga kalian dapat mengikutinya sampai selesai.

Contoh Mubtada dan Khabar dalam Al Fatihah

Surah Al-Fatihah, Ummul Kitab, bukan hanya menjadi inti Al-Qur’an dalam ibadah sehari-hari, tetapi juga menjadi ladang pelajaran dalam memahami gramatika Arab, khususnya konsep mubtada dan khabar.

Mari kita kaji setiap ayatnya secara berurutan, sembari menggali struktur nahwu yang terkandung di dalamnya. Semoga pembahasan ini tidak hanya membantu memahami konsep mubtada dan khabar, tetapi juga memperdalam kecintaan kita pada bahasa Al-Qur’an.


1. Al-Fatihah Ayat 1: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Tulisan Latin: Bismillâhir-raḥmânir-raḥîm
Arti Bismillah “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”

Pada ayat ini, tidak terdapat contoh mubtada dan khabar. Ayat ini justru memberikan contoh jar majrur pada frasa bi ismi (بِسْمِ). Struktur ini adalah bagian dari tarkib idhofi, dengan ism sebagai mudhof dan Allah sebagai mudhof ilaih.

Kemudian, frasa ar-raḥmânir-raḥîm adalah contoh tarkib washfi atau na’tiyyah, di mana ar-raḥmân dan ar-raḥîm menjadi na’at (sifat) untuk Allah. Struktur ini menunjukkan hubungan deskriptif yang menguatkan makna basmalah sebagai doa pembuka penuh keberkahan.

Untuk lebih mendalami susunan kata basmalah ini, Kamu bisa baca tarkib bismillahirrahmanirrahim di artikel terdahulu.


2. Al-Fatihah Ayat 2: الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Tulisan Latin: Al-ḥamdu lillâhi rabbil-‘âlamîn
Arti: “Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam.”

Inilah ayat yang kaya dengan pelajaran mubtada dan khabar. Frasa al-ḥamdu (الْحَمْدُ) adalah mubtada, sedangkan lillâhi (لِلَّهِ) adalah khabar. Struktur ini membentuk Jumlah Mufidah yang jenis jumlah ismiyah atau murakkab isnadi karena menyampaikan informasi lengkap berupa pujian yang ditujukan kepada Allah.

Kata rabbil-‘âlamîn adalah badal (pengganti) yang menjelaskan siapa Allah yang disebut dalam khabar. Hubungan ini mempertegas makna bahwa Allah adalah pencipta, pemelihara, dan penguasa seluruh alam.


3. Al-Fatihah Ayat 3: الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Tulisan Latin: Ar-raḥmânir-raḥîm
Arti: “Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.”

Pada ayat ini, secara langsung tidak ditemukan mubtada dan khabar. Namun, berdasarkan kaidah na’at maqṭu’, kita dapat memahaminya lebih dalam. Kaidah ini mengizinkan na’at untuk diputus dari man’ut-nya dalam segi i’rab, sehingga ar-raḥmân dan ar-raḥîm bisa dianggap sebagai khabar bagi mubtada yang tersembunyi (maḥdzuf).

Contohnya, jika kita merekonstruksi rangkaian ini, maka ar-raḥmân menjadi khabar untuk mubtada berupa kata ganti atau dhamir huwa (dia), yang tersirat:
“Huwa ar-raḥmânu, huwa ar-raḥîmu” (Dia-lah Yang Maha Pengasih, Dia-lah Yang Maha Penyayang).


4. Al-Fatihah Ayat 4: مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ

Tulisan Latin: Mâliki yaumid-dîn
Arti: “Pemilik hari pembalasan.”

Ayat ini kembali tidak memiliki mubtada dan khabar secara eksplisit. Frasa mâliki yaumid-dîn adalah tarkib idhofi (mâliki sebagai mudhof dan yaumid-dîn sebagai mudhof ilaih).

Namun, jika kita menerapkan analisis seperti pada ayat sebelumnya, maka mâlik dapat dijadikan khabar untuk mubtada tersembunyi:
“Huwa mâliku yaumid-dîn” (Dia adalah Pemilik Hari Pembalasan).


5. Al-Fatihah Ayat 5: إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Tulisan Latin: Iyyâka na‘budu wa iyyâka nasta‘în
Arti: “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.”

Ayat ini adalah jumlah fi’liyyah yang berisi dua frasa kerja: na‘budu dan nasta‘în. Tidak ada mubtada dan khabar di sini, tetapi terdapat pelajaran lain, yakni maf’ul bih berupa iyyâka. Penempatan maf’ul bih di awal menunjukkan penekanan bahwa hanya Allah yang menjadi tujuan ibadah dan tempat meminta pertolongan.


6. Al-Fatihah Ayat 6: اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

Tulisan Latin: Ihdinash-shirâṭal-mustaqîm
Arti: “Tunjukilah kami jalan yang lurus.”

Ayat ini juga berupa jumlah fi’liyyah, dengan kata kerja ihdinâ sebagai inti struktur. Tidak ditemukan mubtada dan khabar. Namun, frasa ash-shirâṭal-mustaqîm adalah tarkib washfi di mana ash-shirâṭ adalah man’ut dan al-mustaqîm adalah na’at.


7. Al-Fatihah Ayat 7: صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ

Tulisan Latin: Ṣirâṭalladzîna an‘amta ‘alaihim ghairil-maghdûbi ‘alaihim wa ladh-dhâllîn
Arti: “(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan jalan mereka yang dimurkai, dan bukan pula jalan mereka yang sesat.”

Ayat ini melanjutkan isi dari ash-shirâṭal-mustaqîm di ayat sebelumnya. Tidak terdapat mubtada dan khabar secara eksplisit, tetapi ayat ini penuh dengan variasi tarkib:

  • Ṣirâṭalladzîna an‘amta ‘alaihim: tarkib idhofi dan tarkib isnadi (alladzîna an‘amta adalah frasa kerja yang menjelaskan ṣirâṭ).
  • Ghairil-maghdûbi ‘alaihim: tarkib washfi untuk pengecualian.

Surah Al-Fatihah tidak hanya menjadi doa yang kita ulang setiap hari, tetapi juga sarat dengan pelajaran gramatika Arab yang kaya. Dari mubtada dan khabar di ayat 2 hingga berbagai struktur lain seperti jar majrur, tarkib idhofi, dan na’at maqṭu’, kita bisa melihat bagaimana keindahan bahasa Al-Qur’an disusun dengan penuh hikmah.

Semoga pembahasan ini memperkaya pemahaman kita, tidak hanya secara bahasa, tetapi juga dalam meresapi makna spiritual Al-Fatihah.